Kepala BB TNBTS: Temuan Ladang Ganja di Luar Kawasan Wisata

Kepala BB TNBTS: Temuan Ladang Ganja di Luar Kawasan Wisata
Proses pembasmian ladang ganja. (foto: ist)

Malang, SERU.co.id – Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (BB TNBTS) memberikan klarifikasi mengenai ramainya opini yang viral di media sosial terkait larangan penggunaan drone, penutupan, dan pendakian Gunung Semeru tanpa pemandu, yang dikaitkan dengan penemuan ladang ganja di kawasan hutan lindung tersebut.

Kepala Balai Besar TNBTS, Rudijanta Tjahja Nugraha, menjelaskan, hasil pemantauan yang dilakukan menunjukkan bahwa ladang ganja dengan skala besar tersebut tidak berada di kawasan wisata TNBTS.

“Lokasi temuan ladang ganja tidak berada di jalur wisata, baik di kawasan Bromo maupun Semeru,” ujar Rudi, pada Selasa (18/3/2025).

Lokasi ditemukannnya ladang ganja. (foto:ist)

Rudi menjelaskan bahwa ladang ganja itu ditemukan di sisi timur kawasan TNBTS, sementara kawasan wisata Gunung Bromo berada di sisi barat, sekitar 11 kilometer dari lokasi temuan. Sementara itu, jalur pendakian Gunung Semeru terletak di sisi selatan, sekitar 13 kilometer dari tempat temuan.

“Area penemuan tanaman ganja ini sangat tersembunyi karena ditanam di kawasan yang tertutup semak belukar lebat dengan vegetasi seperti kirinyuh, genggeng, dan anakan akasia, serta berada di daerah yang cukup curam,” ungkapnya.

Baca juga: TNBTS Buka Jalur Pendakian Semeru 1 Oktober 2020

Rudi juga menambahkan bahwa aturan larangan penggunaan drone di jalur pendakian Gunung Semeru sebenarnya sudah diterapkan sejak tahun 2019. Larangan ini bertujuan untuk menjaga konsentrasi pendaki agar tidak terbagi antara fokus pendakian dan aktivitas menerbangkan drone.

“Penggunaan drone berpotensi membahayakan pengunjung karena jalur pendakian cukup rawan kecelakaan. Selain itu, ini juga untuk menghormati kawasan sakral yang ada di kawasan,” ujarnya.

Selain itu, aturan mengenai tarif penggunaan drone di kawasan TNBTS mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2024, yang mengatur jenis dan tarif PNBP yang berlaku pada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Peraturan ini mulai berlaku pada 30 Oktober 2024 secara nasional di seluruh kawasan konservasi, termasuk taman nasional dan taman wisata alam di Indonesia.

Adapun kebijakan mewajibkan pendamping atau pemandu bagi pendaki Gunung Semeru merupakan bagian dari pemberdayaan masyarakat dan komunitas sekitar. Kebijakan ini juga bertujuan untuk memberikan pengalaman yang lebih baik bagi pengunjung melalui interpretasi yang diberikan oleh pemandu.

Rudi juga menambahkan bahwa penutupan pendakian Gunung Semeru pada awal tahun merupakan kebijakan rutin yang diterapkan, tidak hanya di TNBTS, tetapi juga di beberapa taman nasional lain dengan jalur pendakian gunung.

Penutupan dilakukan untuk keselamatan pengunjung, mengingat awal tahun sering bertepatan dengan musim hujan, yang meningkatkan risiko bencana alam seperti tanah longsor, angin kencang, dan badai.

“Curah hujan yang tinggi di awal tahun membuat pendakian menjadi berbahaya,” tutupnya. (wul/ono)

Pos terkait