2.650 Peserta Ikuti Tes Seleksi CBT Jalur Mandiri Polinema

Pengawas berkomunikasi langsung dengan peserta ujian, agar tupoksi tes dapat dilaksanakan dengan baik. (rhd)

Malang, SERU.co.id – Tes seleksi jalur mandiri Computer Based Test (CBT) Polinema yang dimulai Sabtu (8/8/2020) hingga Selasa (11/8/2020), telah sampai di hari terakhir. Meski sebelumnya dijadwalkan hingga Rabu (12/8/2020), jadwal dimampatkan lantaran pertimbangan 2.650 peserta ternyata cukup dilaksanakan empat hari.

Pembantu Direktur 1 Polinema, Supriatna Adi Suwignyo, ST, MT, mengungkapkan, untuk pendaftaran jalur Mandiri telah ditutup pada Kamis (6/8/2020). Selanjutnya Jumat (7/8/2020) dilakukan simulasi, agar bisa diketahui teknis troublenya seperti apa.

Bacaan Lainnya

“Ini yang pertama Polinema menggunakan sistem Computer Based Test (CBT). Dimana peserta harus mempersiapkan Perangkat Computer (PC) atau Laptop untuk soal ujian, serta Smartphone untuk pengawasan dalam menghindari kecurangan. Semua dipersiapkan sedemikian rupa. Ketika pelaksanaan tes, semua sudah siap,” terang Supriatna, disela monitoring pengawas tes, di gedung AH Polinema Malang.

Secara teknis, pelaksanaan tes seleksi Mandiri dibagi empat sesi. Dimana setiap sesi diberikan waktu 60 menit untuk persiapan dan 90 menit untuk pelaksanaan ujian. Dimulai sesi pertama 06.30 – 09.00 WIB, sesi kedua 09.30 – 12.00 WIB, sesi ketiga 12.30 – 15.00 WIB dan sesi keempat 15.30 – 18.00 WIB.

Setiap sesi diisi kuota maksimal 300 peserta, yang terbagi dalam 12 room. Melalui aplikasi zoom dengan open mic dan open kamera, berfungsi sebagai pengawasan melalui smartphone peserta dan upaya meminimalisir kecurangan. Dimana tim pengawas melakukan pengawasan secara ketat terhadap 10 hingga 25 peserta setiap sesi. 

“300 peserta itu kuota maksimal tiap sesi. Setiap pengawas yang roomnya memiliki peserta kurang dari 10, akan kita gabungkan dengan room lainnya agar lebih efektif. Untuk pelaksanaan tesnya, standar UTBK menggunakan PC/laptop peserta,” beber Supriatna, didampingi Ahmadi Yuli Ananta, Koordinator tim IT.

Pengawas berkomunikasi langsung dengan peserta ujian, agar tupoksi tes dapat dilaksanakan dengan baik.
Pengawas berkomunikasi langsung dengan peserta ujian, agar tupoksi tes dapat dilaksanakan dengan baik. (rhd)

Meski kenyataan di lapangan, ada beberapa peserta saat melaksanakan ujian tidak pada tempatnya, sehingga tidak kondusif. Selanjutnya peserta diarahkan berpindah tempat, atau dipindah ke room khusus dengan pengawas khusus, agar tak mengganggu peserta lainnya di room tersebut.

“Karena keterbatasan tempat, ada yang melaksanakan ujian di samping lingkungan orang kerja, di pinggir jalan, atau tempat yang kurang layak. Jika tak mau pindah room khusus mengikuti saran pengawas, resikonya tidak bisa mengikuti tes,” imbuh Supriatna, mewakili Direktur Polinema, Drs Awan Setiawan, MMT, MM.

Sementara, ada beberapa dugaan tindak kecurangan dilakukan peserta. Menindaklanjuti hal itu, peserta tersebut juga diarahkan ke room khusus dengan pengawasan lebih ketat. Dugaan tersebut menjadi catatan khusus panitia. Apakah dia nanti berhak lolos atau tidak, sebagai bahan pertimbangan.

“Meski nilainya bagus, jika ternyata ada banyak catatan mencurigakan, bisa jadi akan dianulir kepesertaannya. Karena Polinema sangat ketat menjaga attitude dan kualitas pendidikan karakter mahasiswanya,” tegas Pak Pri, sapaan singkat akrabnya.

Terkait keterbatasan prasarana laptop, smartphone dan koneksi internet, Polinema sangat memberikan toleransi. Terutama bagi peserta yang dianggap kurang mampu. Dimana Polinema menyediakan prasana tersebut di salah satu ruangan di Polinema, agar peserta bisa ‘numpang’ melaksanakan ujian. Khususnya bagi peserta asal Malang Raya.

“Sepertinya peserta sangat mempersiapkan dengan baik, sehingga ruangan tersebut tak ada yang menggunakan. Beberapa malah meminta agar pindah jadwal, dengan alasan laptop atau smartphone bergantian. Tentunya dengan pemberitahuan kepada panitia lebih dulu. Kami sangat toleransi untuk mempermudahnya,” terang Supriatna.

Tak hanya itu, mengingat peserta dari seluruh Indonesia. Peserta yang berada di waktu WIT dan WITA, meminta pindah jadwal karena alasan lumrah, selain keterbatasan prasarana.

“Peserta di wilayah WIT dan WITA, rata-rata minta pindah waktu selain sore. Sebab di sana kan waktu sholatnya lebih maju. Jadi solusinya kami pindah jadwal pagi hari. Alhamdulillah semua bisa online, dan tak ada yang minta pelaksanaan offline,” tandas Supriatna. (rhd)

disclaimer

Pos terkait