Jakarta, SERU.co.id – Kasus suap Harun Masiku memunculkan nama Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto kembali menyita perhatian publik. Pernyataan mengejutkan datang dari Ronald Paul Sinyal, mantan penyidik KPK yang menangani kasus ini. Ia mengungkap bahwa sebagian uang suap Harun Masiku berasal dari Hasto.
Namun langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Ronald sebagai saksi mendapat kritik keras dari Ketua Tim Penasihat Hukum Hasto, Todung Mulya Lubis. Todung menyebut, KPK sedang menutupi kelemahan dalam membuktikan keterlibatan Hasto.
“Pemeriksaan mantan penyidik dalam perkara ini hanya menegaskan bahwa KPK tengah menutupi kekurangan bukti. Ini menunjukkan bahwa Hasto memang sudah lama ditargetkan,” seru Todung dalam keterangan tertulis, Kamis (9/1/2025).
Sebelunya, usai diperiksa di Gedung Merah Putih KPK, Ronald Paul Sinyal membuat pernyataan yang semakin menjerat Hasto. Menurut Ronald, Harun Masiku tidak bisa menyuplai seluruh uang suap sebesar Rp1 miliar kepada Wahyu Setiawan.
“Saya sampaikan ke penyidik, ada sebagian uang yang datang dari pihak lain. Termasuk Hasto Kristiyanto,” kata Ronald, Rabu (8/1/2025).
Ronald mengungkap, uang suap tersebut diberikan untuk meloloskan Harun Masiku menggantikan Nazarudin Kiemas, yang meninggal dunia sebelum dilantik sebagai anggota DPR RI. Padahal, secara aturan, kursi tersebut seharusnya jatuh kepada Rezky Aprillia, yang memiliki suara lebih tinggi dibandingkan Harun.
“Kesepakatannya adalah Wahyu menerima Rp1 miliar, tapi ada nominal yang lebih besar dalam proses ini,” lanjut Ronald.
Ketua KPK, Setyo Budianto menegaskan, penyidik KPK telah menemukan bukti kuat keterlibatan Hasto dalam kasus suap ini. Setyo menyebut Hasto secara aktif membantu Harun Masiku agar mendapatkan kursi DPR RI pada Pemilu 2019.
“Penyidik menemukan adanya keterlibatan saudara HK (Hasto Kristiyanto) dalam upaya memenangkan Harun Masiku di DPR RI,” ujar Setyo dalam konferensi pers, Selasa (24/12/2024).
Langkah KPK memeriksa Ronald sebagai saksi juga dikecam Todung Mulya Lubis. Ia menyebut tindakan itu sebagai ‘jeruk makan jeruk’. Todung menilai, pemeriksaan mantan penyidik oleh penyidik aktif melanggar etika hukum.
“Ini aneh, penyidik KPK memeriksa mantan penyidik yang menangani kasus yang sama. Kalau begini caranya, kenapa KPK tidak langsung menyimpulkan seseorang bersalah dan menjatuhkan hukuman?” kritik Todung.
Todung juga menilai pernyataan Ronald usai diperiksa terlalu jauh dan dapat memengaruhi opini publik.
“Ini berbahaya dan tidak etis,” tegas Todung.
Sementara itu, mantan kader PDIP, Effendi Simbolon menyebut, kasus ini adalah skandal terburuk sepanjang sejarah partai.
“Ini petaka yang sangat besar bagi PDIP. Belum pernah ada skandal yang melibatkan pejabat setinggi Sekjen partai,” kata Effendi, Kamis (9/1/2025).
Effendi menilai, kasus ini dapat meruntuhkan kepercayaan publik terhadap PDIP. Dia bahkan menyarankan agar Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri mengundurkan diri sebagai bentuk pertanggungjawaban moral.
“Karena ini fatal, seharusnya semua kepemimpinan partai, termasuk Ibu Megawati, mengundurkan diri. Partai itu bukan milik perorangan, tetapi harus dipertanggungjawabkan kepada publik,” ujar Effendi. (aan/ono)