Dosen UB Kembangkan Pita Mulsa Organik Cegah Pertumbuhan Gulma dan Evaporasi di NTT

Dosen UB Kembangkan Pita Mulsa Organik Cegah Pertumbuhan Gulma dan Evaporasi di NTT
Rita Parmawati saat memamerkan pengembangannya. (foto:ist)

Malang, SERU.co.id – Dosen Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya (UB) mengembangkan pita mulsa organik dari limbah pisang, enceng gondok dan daun paitan. Pita mulsa organik bermanfaat untuk mencegah pertumbuhan gulma dan mengurangi laju evaporasi. Pita mulsa organik akan diterapkan di Kabupaten Malaka, NTT.

Dosen Fakultas Pertanian UB, Dr Rita Parmawati SP ME IPU ASEAN Eng mengatakan, pita mulsa organik merupakan teknologi menggantikan mulsa dari plastik yang tidak ramah lingkungan. Mulsa plastik tidak bisa terurai dengan baik. Tak hanya itu, penggunaan mulsa plastik dapat menurunkan pertumbuhan dan hasil tanaman.

Bacaan Lainnya

“Kemudian meningkatkan serangan hama, kontaminasi mikroplastik, genangan air, hilangnya struktur tanah dan mengurangi aktivitas mikroorganisme tanah. Rencananya, teknologi ini akan diterapkan mendekati musim tanam kedua di Kabupaten Malaka Nusa Tenggara Timur (NTT). Wilayah itu limbah pisang sangat melimpah,” seru Rita kepada SERU.co.id, Kamis (11/7/2024).

Pita Mulsa Organik dapat mencegah gulma dan mengurangi laju evaporasi sampai dengan 40 persen. (foto:ist

Lebih lanjut, Rita mengajak memanfaatkan bersama enceng gondok dan daun paitan. Untuk kemudian dihancurkan, dicacah dan di cetak menjadi sebuah lembaran selebar 25 cm. Hal itu berfungsi menekan pertumbuhan gulma dan mengurangi laju evaporasi sampai dengan 40 persen.

“Jika terkena matahari pita mulsa organik akan terurai menjadi pupuk. Saat ini, proses penerapan pita mulsa dilakukan pada skala laboratorium dan sudah sosialisasi dengan bupati Kabupaten Malaka. Dan beberapa gapoktan serta kepala dinas di lingkungan Kabupaten Malaka,” bebernya.

Dikatakan Rita, berdasarkan data BPS, pertumbuhan pertanian di Kabupaten Malaka masih rendah. Hal ini melatarbelakangi pemilihan lokasi penerapan teknologi Pita Mulsa Organik.

“Padahal masyarakat Kabupaten Malaka menggantungkan sistem perekonomiannya dari bidang pertanian. Kabupaten Malaka juga termasuk wilayah perbatasan dengan tingkat pertumbuhan ekonomi rendah,” terang Rita.

Baca juga: Dirjen Falmakes Kemenkes RI Launching “Domy Brush Suction” Karya Dosen FKUB

Rita menambahkan, sejak tahun 2020-2022, produktivitas padi mengalami penurunan dan kesulitan pasokan benih padi. Kemudian permasalahan lainnya seperti gulma, evaporasi, suhu tanah dan sistem irigasi.

“Hal inilah yang saat ini berusaha kamj pecahkan dan harapannya produktivitas padi tahun 2024 mengalami kenaikan. Kami akan Ke Malaka akhir Juli ini untuk proses pembuatan Pita Mulsa bagi lahan 10 hektar. Kami bekerja sama dengan pabrik mesin PT Widjaya Teknik Indonesia (Witech),” kata Rita.

Untuk keberlanjutan penerapan teknologi, masyarakat akan diajarkan pembuatan pita mulsa organik. Mulai dari pengenalan bahan, mencacah, pembuatan bubur pita, pengeringan dan pengepresan. Harapannya masyarakat mampu memproduksi secara mandiri pita mulsa organik. (afi/ono)

 

Pos terkait