Malang, SERU.co.id – Universitas Brawijaya (UB) mengukuhkan dua profesor dari Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK). Yaitu Prof Dr Ir Dewa Gede Raka Wiadnya MSc dan Prof Dr Ir Edi Susilo MS, di Gedung Auditorium UB, Selasa (9/7/2024).
Prof Dr Ir Dewa Gede Raka Wiadnya MSc dikukuhkan sebagai guru besar bidang ilmu Eksplorasi Sumber Daya Ikan, sekaligus Profesor aktif ke-22 di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK). Serta Profesor aktif ke-216 di UB dan menjadi Profesor ke-384 dari seluruh Profesor yang telah dihasilkan oleh UB.
Prof Dr Ir Edi Susilo MS dikukuhkan sebagai guru besar bidang ilmu Sosiologi Perikanan, sekaligus Profesor aktif ke-23 di Fakultas Perikanan dan llmu Kelautan (FPIK). Serta Profesor aktif ke-217 di UB dan menjadi Profesor ke-385 dari seluruh Profesor yang telah dihasilkan oleh UB.
Prof Dr Ir Dewa Gede Raka Wiadnya MSc
Prof Dr Ir Dewa Gede Raka Wiadnya MSc menyampaikan, deskripsi spesies ikan melalui pendekatan morfologi, osteo-staining, otolith. Dikombinasikan dengan DNA barcoding menjadi alat yang komprehensif dan meyakinkan dalam proses identifikasi spesies ikan.
“Mengingat ikan adalah kelompok vertebrata dengan jumlah spesies terbanyak dan Indonesia merupakan salah satu negara dengan spesies ikan terbanyak. Teknik ini bisa dijadikan standar dalam validasi spesies,” seru Prof Gede, sapaan akrabnya.
Keraguan maupun kesalahan identifikasi terhadap spesies ikan telah beberapa kali dilaporkan oleh ahli taksonomi dan eksplorasi sumber daya ikan. Deposit spesimen morfologi, osteo-staining, otolih, dan DNA yang bisa diakses secara cepat, akan sangat membantu peneliti lain. Dalam melakukan validasi spesies yang sudah diidentifikasi maupun menjadi rujukan komparatif terhadap spcsics yang akan diteliti.
“Brawijaya Iehthyologicum Depository (BID) menjadi rumah yang tepat sebagai laman deposit maupun kurasi spesimen ikan. Sebab Brawijaya Ichthyologicum Depository (BID) menyajikan teknologi kurasi spesimen ikan di Indonesia. Setiap spesimen dikurasi dan diunggah pada laman BID dengan kode aksesi yang unik untuk memudahkan penelusuran bagi peneliti selanjutnya,” imbuhnya.
Menurutnya, deskripsi spesies dilakukan melalui: teknologi DNA barcoding, osteo-staining, otolith, dan morfologi eksternal. Kombinasi teknologi ini menjadi keunggulan utama dalam deskripsi spesies.
Di sisi lain, kelemahan BID dibandingkan dengan Museum Zoologicum Bogoriense (MZB) yakni pada statusnya sebagai laman kurasi yang belum resmi. Sementara, MZB merupakan rujukan kurasi ketika spesies pertama kali dijelaskan (kurasi holotipe spesimen).
Keunggulannya, BID lebih dikenal karena menyimpan topotipe spesimen (spesimen setelah kategori holotipe). Saat ini, BID telah mengunggah 425 spesimen mortfologis ke laman basis data ikan global dan 718 seguence DNA ke laman GenBank.
“Laman BID sedang dipersiapkan untuk mengunggah spesimen ikan yang sudah teridentifikasi. Selain MZB, BID diharapkan menjadi laman pendamping dan rujukan pembanding bagi peneliti bidang eksplorasi sumber daya ikan. Nantinya, para peneliti selanjutnya, apakah membenarkan, menyalahkan, atau mengembangkan,” tandas mantan penyelam asal Bali ini.
Prof Dr Ir Edi Susilo MS
Prof Dr Ir Edi Susilo MS menyampaikan, Struktur Sosial Progresif-Integratif (S2PI) sebagai sebuah konsep untuk mengurangi kemiskinan nelayan di Indonesia. Menurutnya, struktur sosial tidak hanya mampu digunakan untuk menganalis kondisi dan perkembangan masyarakat lokal, namun dapat ditarik ke dalam analisis yang lebih makro.
“Struktur sosial progresif-integratif memberi arti bahwa masyarakat selalu mengalami perkembangan,” ungkap Prof Edi, sapaan akrabnya.
Konstruksi struktur sosial yang dibangun memiliki keterkaitan antara ekologi, ekonomi dan dan sosial. Sebagai landasan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya berbentuk lingkaran, harus diubah menjadi piramida.
“Piramida ini berupa sebuah konsep tentang religiusitas, Jika kegiatan ekonomi manusia merusakkan ekologi, maka dua kesalahan manusia ada dua,” imbuh pria yang menjadi dosen sejak tahun 1985 ini.
Pertama, manusia tidak bersifat amanah sebagai wakil Allah SWT di bumi untuk menjaga alam secara berkelanjutan. Dimana sumber daya alam (SDA) harus dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan manusia saat sekarang, serta bagi generasi mendatang.
“Kedua, jika kegiatan ekonomi manusia merusakkan ekologi, maka berpeluang mengalami kesulitan dalam kesejahteraan sosial,” terangnya.
Disisi lain, lanjut Prof Edi, fakta di lapangan, ada ruang maupun kebutuhan nelayan yang tidak terakomodasi oleh kebijakan pemerintah. Misalnya, program konservasi yang dilaksanakan di tepi pantai, namun untuk akses nelayan berlabuh terabaikan.
“Seharusnya kebijakan tersebut juga mempertimbangkan kebutuhan nelayan, sehingga tidak menimbulkan masalah sosial ekonomi baru,” tandasnya. (rhd)