Malang, SERU.co.id – Sivitas akademika Universitas Brawijaya (UB) menilai penegakan hukum yang lemah menandakan lemahnya etika, tata kelola dan kepemimpinan. Itu salah salah satu poin dalam pernyataan sikap UB mengenai kondisi Indonesia menjelang Pemilu 2024, Selasa (6/2/2024).
Pembacaan sikap tersebut dihadiri oleh Dewan Profesor UB, para dosen, mahasiswa dan awak media di depan rektorat UB.
“Penegakan hukum yang lemah menandakan lemahnya etika, tata kelola dan kepemimpinan. Aktualisasi demokrasi Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara menempatkan sistem pengorganisasian oleh rakyat dengan persetujuan rakyat. Dinamika kondisi politik menjelang Pemilu 2024 semakin panas dan mengarah pada ancaman keharmonisan bangsa,” seru Sekretaris Dewan Profesor UB, Prof Sukir Maryanto SSi MSi.
Baca juga: Universitas Brawijaya Rumuskan Karakter Ke-Brawijaya-an
Dijelaskannya, Indonesia merupakan negara hukum yang berdasar demokrasi Pancasila sebagaimana dimaksud dalam UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945. Negara memberikan perlindungan hak bagi yang benar dan memberikan hukuman bagi yang melawan hukum.
Lebih lanjut, koreksi total penting untuk mewujudkan semangat reformasi penyelenggaraan pemerintah yang bersih, bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme. Menegakkan hukum tanpa pandang bulu, menegakkan etika politik dan demokrasi serta meneguhkan moralitas yang mendasari demokrasi berkeadilan.
Baca juga: Universitas Brawijaya Tambah Empat Profesor Lintas Ilmu
“Kampus sebagai sumber mata air kebenaran mengimbau agar demokrasi dan nilai luhur Pancasila tetap menjadi landasan politik berbangsa dan bernegara. Untuk itu, UB meminta semua pihak menjaga pesta demokrasi yang berkeadilan, berbudaya dan menjunjung nilai dari pancasila. Sivitas akademik UB menyatakan sikap sebagai berikut,” ujar Prof Sukir, yang juga Ketua Senat Akademik FMIPA UB.
1. Mengimbau pemerintah dan aparat penegak hukum agar menjunjung tinggi prinsip keadilan, tidak tebang pilih, tidak mencederai demokrasi dan kebebasan berpendapat serta bebas dari kepentingan politik praktis.
2. Mengimbau pemerintah, DPR, MK dan aparat penegak hukum, tidak menjadikan hukum sebagai instrumen politik sehingga hukum alpa nilai-nilai norma dan etika.