Ahmad Irawan: Segelas Kopi Penyatu Perbedaan Pilihan Politik 

Ahmad Irawan : Segelas Kopi Penyatu Perbedaan Pilihan Politik
Caleg DPR RI Ahmad Irawan. (foto: ist)

Malang, SERU.co.id – Budaya ngopi telah lama dikenal oleh masyarakat Indonesia. Tak pandang usia, budaya ngopi biasa dilakukan oleh kalangan remaja hingga orang dewasa. Bahkan sebagian orang bilang, kalau tidak ngopi hidup rasanya kurang sempurna.

Di kalangan elit pejabat, pengusaha, mahasiswa, politikus dan kelompok masyarakat lainnya berasumsi bahwa dengan ngopi semua urusan jadi beres. Tak terkecuali dengan urusan politik. Pilihan tiap orang boleh beda. Tapi dengan ngopi, pilihan bisa jadi satu. Segelas kopi penyatu perbedaan pilihan politik.

Bacaan Lainnya

Nah, kaitannya dengan budaya ngopi. Wilayah Kabupaten Malang yang kaya dengan sumber daya alamnya memiliki potensi kopi nomor wahid. Produksi kopi dari petani di Kabupaten Malang sudah tersohor hingga manca negara.

Sentra produksi kopi di Kabupaten Malang antara lain di Kecamatan Ampelgading, Tirtoyudho, Dampit, Sumbermanjing Wetan, Lawang, Singosari, Jabung termasuk dilereng Gunung Kawi, tepatnya di Kecamatan Wonosari serta di Kecamatan Poncokusumo.

Melihat fakta ini, bila potensi sumber daya alam itu dikelola dengan cara lebih baik lagi. Maka akan mendatangkan usaha baru, selanjutnya kesejahteraan petani kopi akan lebih baik lagi dari yang ada sekarang ini.

“Saya yakin kedepan wisatawan dari dalam dan luar negeri semakin gandrung dengan produksi kopi dari Kabupaten Malang. Sekarang tingga menunggu waktunya saja. Apalagi pemerintah terus mengencarkan promosi wisatanya. Budaya ngopi tak akan pernah lepas dari kehidupan masyarakar Indonesia,” ungkap Ahmad Irawan.

Pria yang berprofesi sebagai advokat dan mencalonkan diri sebagai calon legeslatif (Caleg) DPR RI di Partai Golkar dari daerah pemilihan (Dapil) V Malang Raya(Kota Malang, Kota Batu dan Kabupate Malang ) berpandangan, pengelolaan tanaman kopi dengan baik akan mendatangkan kesejahteraan petani.

Dan mendongkrak pendapatan pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). “Kalau produksi kopinya bagus. Pasti pendapatan petaninya bagus pula. Pelaku UMKM juga ikut merasakan dampak positifnya juga,” urai Ahmad Irawan.

Menurut dia, produksi kopi memang tersentra di Kabupaten Malang. Tapi peran Kota Malang dan Kota Batu tak bisa diabaikan. Dua kota ini sebagai lahan pemasarannya. “Kota Malang kaya dengan mahasiswanya. Kota Batu jadi jujugan wisatawan. Warung kopi tersebar luas di Kota Malang. Wisatawan yang berlibur ke Kota Batu buah tangannya bisa bubuk kopi dari Kabupaten Malang,” tambahnya.

Berikutnya Ahmad Irawan menyatakan, kopi menjadi salah satu potensi di Malang perlu digarap dengan bagus agar hasilnya lebih optimal. “Hanya dari kopi, saat ini sudah bisa membikin pendatang atau wisatawan betah di Malang. Di lokasi-lokasi wisata itu, banyak yang menjajakan kopi asli pertanian dari Malang,” ungkap Irawan.

Menurut Ahmad Irawan kopi dari Kecamatan Ampelgading, Sumbermanjing Wetan, Tirtoyudo dan Dampit. Hasil produksi kopi dari empat wilayah di Kabupaten Malang ini sudah punya julukan, yakni Kopi Amstirdam.

“Jangan salah, kopi Amstirdam ini namanya sudah menasional. Baik untuk kebutuhan di skala UMKM seperti kedai kopi, atau bahkan hingga untuk kebutuhan industri,” terangnya. Selain keempat daerah tersebut, juga masih ada beberapa daerah lain di Malang yang sudah mulai menggeluti produksi kopi. Seperti di Desa Gubugklakah, Kecamatan Poncokusumo. Menurutnya, kondisi geografis di desa ini cukup mampu membuat kopi di Malang semakin kaya ciri khasnya.

“Saya beberapa waktu lalu mampir ya ke Gubugklakah, saya nongkrong saja sama warga, disuguhi kopi. Ternyata saya tanya, kopinya diambil dari perkebunan sendiri. Nah yang saya pikir, ini kekayaan kita yang patut dibanggakan,” terang Irawan.

Kata dia, kondisi di desa tersebut yang berada di kawasan lereng Gunung Bromo dan Semeru juga memiliki kekuatan cita rasa dan karakter tersendiri. Baik untuk kualitas tanaman kopi, maupun untuk daya tarik wisata dengan kopi sebagai salah satu pengungkitnya.

Selain di Desa Gubugklakah, desa lain yang cukup tersohor karena produksi kopinya adalah Desa Taji, Kecamatan Jabung. Berada di lereng Gunung Semeru dengan ketinggian mencapai 1.200 mdpl, membuat tanaman kopi yang tumbuh di desa ini cukup diminati.

“Saya pernah ngobrol dengan beberapa warga, bahkan kopi di Desa Taji ini yang tumbuh lebih bagus adalah jenis arabika daripada yang robusta. Inilah yang saya rasa perlu dioptimalkan,” jelas Irawan.

Selain produksi kopi di Desa Taji disebut juga telah memasok beberapa industri kopi. Bahkan juga disebut telah memasok kebutuhan industri kopi di Kabupaten Malang untuk diekspor.  “Itu peluang, kita bisa terus mencarikan pasarnya. Baik di luar negeri untuk ekspor ataupun untuk pasar lokal di Indonesia. Petani kita kan banyak, mereka harus berdaya atas hasil pertaniannya. Bahkan di Desa Taji ini, produksinya mencapai 2 ton per hektarenya,” pungkasnya. (*/red/man)

Pos terkait