Perspektif Akademik Tentang Transisi Energi Menuju Industri Kelistrikan Sehat

Para pemateri seminar Perspektif Akademik Menuju Industri Kelistrikan yang Sehat. (rhd) - Perspektif Akademik Tentang Transisi Energi Menuju Industri Kelistrikan Sehat
Para pemateri seminar Perspektif Akademik Menuju Industri Kelistrikan yang Sehat. (rhd)

Malang, SERU.co.id – Fakultas Teknik (FT) Universitas Brawijaya (UB) Malang menggelar seminar transisi energi. Bertajuk ‘Perspektif Akademik Menuju Industri Kelistrikan Yang Sehat Untuk Mendukung Transisi Energi.’ Menghadirkan sejumlah narasumber, di antaranya Ketua Komisi 7 DPR RI, Direktur Mega Proyek dan Energi Terbarukan PT PLN, Ketua Tim Perumus Naskah Akademik dari UGM dan lainnya.

Direktur Mega Proyek dan Energi Terbarukan PT PLN, Wiluyo Kusdwiharto menyampaikan, pihaknya sepakat dengan pemerintah bahwa transisi energi harus dilakukan pada 2050 mendatang. Dimana akan melibatkan pihak swasta, karena biaya untuk transisi mencapai Rp10.000 Triliun.

Bacaan Lainnya

“Rencana ini menunjukan tekad kuat PLN untuk melakukan transisi energi dengan baik. Bahkan rencana pembangunan PLTU akan dibatalkan dan diganti dengan pembangkit listrik tenaga air, angin hingga tenaga surya,” seru Wiluyo, ditemui di Auditorium Prof Ir Suryono Gedung Dekanat FTUB, lantai 2, Malang, Selasa (28/11/2023).

Baca juga: Danrem 083/BDJ Dampingi Pangdam V/BRW Kunjungi PLTU Paiton

Untuk itu, planing tersebut harus dilakukan dengan berkesinambungan, gradual, pelan-pelan, tidak boleh terburu-buru. Lantaran nantinya ada resiko pemadaman listrik secara transisi. Kedepan tidak lagi menggunakan PLTU, namun digantikan dengan pembangkit listrik renewable.

“Rencananya ada 2 PLTU yang akan dipensiunkan, yakni di Cirebon dan Pelabuhan Ratu. Penggantinya PLTS di Ciratak dengan 145 MW dan PLTA Jatigede 110 MW dan PLTA Cisokan 1.040 MW. EBT lainnya sesuai potensi alam yang bisa diolah, seperti Sumatera kaya potensi air dan geotermal, Kalimantan kaya potensi hidro, Nusa Tenggara potensi PLTS,” rinci Wiluyo.

Sementara itu, Dekan FT UB, Prof Ir Hadi Suyono ST MT PhD IPU ASEAN Eng mengatakan, pihaknya hanya memfasilitasi sebagai penyelenggara seminar nasional bertema transisi energi. Pasalnya, sebagai akademisi ingin mendorong regulasi implementasi target penggunaan energi baru terbarukan (EBT) dapat mencapai 23 persen dari energi yang digunakan pada tahun 2025 nanti.

“Kegiatan ini sebagai upaya kami mendorong dan berkontribusi penuh dalam hal pemikiran untuk strategi pelaksanaan EBT. Diikuti sebanyak 301 peserta, baik online maupun offline. Tak hanya UB, acara ini diikuti dari berbagai universitas seperti UGM, UI serta beberapa asosiasi energi lainnya,” ungkap Prof Hadi.

Senada, Tim Perumus Naskah Akademik UB, Prof Ir Tumiran M Eng PhD menyampaikan, pembangunan EBT akan dilakukan secara masif di luar pulau Jawa. Masing-masing pulau tersebut memiliki kekayaan alam beragam yang dapat digunakan untuk pembangkit listrik energi terbarukan. Sebab, beberapa PLTU di Jawa sudah menurun kapasitas produksinya, sehingga ini menjadi momentum transisi energi baru terbarukan (EBT).

“Konsep transisi energi ini merujuk di Peraturan Pemerintah (PP) tahun 2014 yang menargetkan pada 2025 EBT harus sudah mencapai 23 persen, dan 2050 nanti wajib mencapai 50 persen. PP ini sudah sejalan dengan rencana, namun konsumsi listrik tidak sesuai yang diharapkan, tak tumbuh secara signifikan di dunia industri. Di sisi lain, tekanan internasional agar penerapan PP tersebut cukup besar,” beber Prof Tumiran.

Para pemateri bersama peserta seminar di Gedung Dekanat FTUB lantai 2. (rhd)

Padahal transisi energi dapat menjadi beban keuangan negara. Rentetannya dapat berujung ke harga listrik yang melambung tak terkendali. Maka perlu upaya mendorong EBT muncul dalam negeri, jangan sampai transisi energi dapat berjalan namun dipaksa import.

“Riset dari perguruan tinggi diperlukan untuk mendukung kebijakan ini, agar kesemuanya tidak import. Harus memaksimalkan potensi di dalam negeri, sehingga output perguruan tinggi dapat terserap dari anak bangsa,” ucap guru besar dari UGM ini.

Baca juga: Para Pedagang Malang Plasa Sepakat Terima Dispensasi 4 Bulan

Upaya mendorong pembangkit listrik EBT sangat penting, namun harus dilakukan di waktu yang tepat, yakni kebutuhan energi meningkat. Maka tak perlu meningkatkan produksi PLTU saat ini, namun menciptakan EBT sebagai alternatif transisi energi dan pemenuhan peningkatan kebutuhan.

“Sama-sama mengeluarkan biaya, namun investasi dan dampaknya jangka panjang. Disisi lain juga membuka kesempatan bagi SDM baru dari sivitas akademika untuk mengambil peran. Sosialisasi seminar semacam ini sangat penting, agar percepatan transisi energi dapat berjalan sesuai yang diharapkan,” tandasnya. (rhd)

Pos terkait