Malang, SERU.co.id – Usai apel peringatan Hari Santri Nasional, Wakil Ketua MPR RI, Dr Ahmad Basarah menceritakan, sekilas mengenai awal sejarah Hari Santri Nasional (HSN) yang diperingati pada tanggal 22 Oktober. Dia menyebutkan Kabupaten Malang tidak bisa dilepaskan dari sejarah munculnya ide HSN.
Ahmad Basarah mengatakan, Malang merupakan salah satu kota pelopor Hari Santri Nasional. Hal ini dibuktikan, ketika dirinya dan pimpinan Ponpes Babussalam Malang KH Thoriq Bin Ziyad, menyiapkan kontrak politik agar mengakui peran ulama dan para santri ketika Presiden RI Joko Widodo bila menang dalam Pemilu 2014.
“Alhamdulillah bersama saya, KH Thoriq Bin Ziyad adalah pimpinan Ponpes Babussalam Malang, Gondanglegi. Waktu kami berdua sengaja menyiapkan kontrak politik itu karena kami sama-sama kader Nadhlatul Ulama yang menginginkan negara mengakui peran para ulama dan santri untuk merebut kemerdekaan,” seru Ahmad di Balaikota Malang, Senin (23/10/2023).
Akhirnya, setahun kemudian Jokowi menjadi presiden serta menandatangani kontrak politik untuk diperingati Hari Santri Nasional pada tahun 2015. Hal ini, berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 2015 yang ditetapkan sebagai Hari Santri Nasional.
“Alhamdulillah setahun kemudian ketika beliau terpilih menjadi Presiden Indonesia, di 22 Oktober dia menandatangani kontrak Hari Santri Nasional,” ujarnya.
Baca juga: Resmi! Ini Tema dan Logo Hari Santri Nasional 2023
Dirinya mengungkapkan, pidato Presiden Jokowi mengenai 22 Oktober 2023 di Tugu Pahlawan Surabaya menyebut bahwa sejarah HSN dari Kabupaten Malang.
“Alhamdulillah, kemarin dalam pidato Presiden Jokowi diperingati Hari Santri Nasional, 22 Oktober 2023 di Tugu Pahlawan Surabaya menyebut secara eksplisit sejarah Hari Santri Nasional dari Kabupaten Malang. Kabupaten Malang itu persis di tempat Pesantren Babussalam Malang,” ungkapnya
Pimpinan Pondok Pesantren Babussalam Malang, KH Thoriq Bin Ziyad menuturkan, dirinya akan bertemu dengan Ahmad Basarah untuk memperjuangkan ta’rif atau definisi dari santri yang harus dikeluarkan negara.
“Insyaallah besok kita bisa bertemu lagi dengan Pak Basarah untuk bisa memperjuangkan ta’rif atau definisi santri dan itu harus dikeluarkan oleh negara,” tutur Gus Thoriq.
Baca juga: Basarah Gandeng PWI, Edukasi Kades dan Lurah Hadapi Oknum Wartawan
Dirinya berharap, ta’rif dapat menjadikan santri menjadi insan taat republik Indonesia. Walaupun dari beragam ras, suku, dan agama bila taat konstitusi negara mereka layak disebut santri. Harapannya dapat menjadi perekat dan pemersatu bangsa.
“Kami berharap ta’rif ke panjenengan dari santri itu sendiri insan taat republik Indonesia artinya apapun sukunya. Apapapun rasnya, agamanya, kalau mereka taat kepada konstitusi negara mereka layak disebut santri. Kedepannya demikian, mudah-mudahan menjadi perekat dan pemersatu bangsa nantinya,” tandasnya. (ws8/rhd)