Malang, SERU.co.id – Kisah inspiratif Arif Setyo Budi, kehilangan satu kaki bukan tak berarti, namun menginspirasi jauh melesat hingga level internasional. Atau kaki palsu buatan Fajar Bagus Setyawan menjadi solusi kebahagiaan bagi orang-orang yang kehilangan anggota tubuh (disabilitas). Maupun perjalanan JNE Malang yang berkembang sat set tanpa batas dan bertahan di tengah menjamurnya bisnis ekspedisi.
Pengalaman dan Kisah Inspiratif Disabilitas Satu Kaki, Arif Setyo Budi
Arif Setyo Budi, pria kelahiran Malang, 15 Mei 1987 ini, memiliki beberapa hobi dan kesukaan, seperti breakdance, sepak bola, bersepeda hingga berpetualang. Kondisi berubah, ketika kaki kanannya masuk mesin penggiling saat bekerja pada salah satu perusahaan di Surabaya, 11 September 2007 lalu. Mau tak mau, kaki kanannya harus diamputasi sampai pangkal paha atas, hingga membuat pria yang akrab disapa Arif ini mengalami depresi.
“Peristiwa kecelakaan kerja itu jadi masa kelamku, memang awalnya tak bisa menerima, depresi, malu dan menyendiri, tapi sampai kapan. Kurang lebih setahun pada kondisi terpuruk, akhirnya aku bertekad kembali bangkit meneruskan perjalanan hidupku. Aku berdoa: Ya Allah, jika ini takdirku, berikan hamba kekuatan untuk menjalani,” seru Arif, kepada SERU.co.id.
Hobi breakdance digelutinya sejak di bangku STM pada tahun 2005, dua tahun sebelum peristiwa nahas terjadi. Dengan motivasi diri sendiri dan dukungan orang tua serta teman-teman, Arif mencoba melakukan gerakan breakdance secara perlahan menyesuaikan kondisinya.
“Aku keluar rumah untuk melihat teman-teman latihan breakdance, karena terus dipanas-panasi akhirnya aku coba memberanikan diri. Saat melakukan gerakan awal, ada salah gerakan rawan, beruntungnya teman-teman langsung tanggap dan membantu perlahan. Lama-lama akhirnya bisa menyesuaikan, ya tentunya bahagia, ternyata aku bisa breakdance lagi,” ungkap pria asli Ngaglik, Kota Malang ini haru.
Baginya, teman-teman komunitas breakdance saat itu memberikan andil sangat besar untuk dirinya kembali bangkit dan tampil. Sekaligus merubah mindset dirinya dan stigma orang lain, kehilangan kaki atau anggota tubuh (disabilitas) bukan berarti tak bisa apa-apa.
“Meski dukungan semangat orang tua dan teman-teman tak pernah berhenti, jika tak ada motivasi pada diri sendiri, ya percuma. Semua kembali pada diri sendiri, dengan besar hati mau menerima kondisi yang ada dan mau bangkit. Alhamdulillah, dengan kondisi yang berbeda, akhirnya aku berani tampil hingga pada titik saat ini,” ungkap pria berusia 38 tahun ini.
Solidaritas dan soliditas ditunjukkan oleh rekan komunitas breakdance, dengan menyematkan gelar BBoy Onelegz kepada Arif. Karena kelebihannya dapat mengimprovisasi gerakan yang dikenal sebagai tarian jalanan nan dinamis dan akrobatik. Berkat kelebihannya tersebut, beberapa kompetisi breakdance dan tarian modern diikutinya, hingga mendapatkan banyak penghargaan nasional dan internasional.