UB Kukuhkan Prof Sri Rahayu Utami dan Prof Retno Dyah Puspitarini dari Fakultas Pertanian

Prof Sri Rahayu Utami dan Prof Retno Dyah Puspitarini. (rhd) - UB Kukuhkan Prof Sri Rahayu Utami dan Prof Retno Dyah Puspitarini dari Fakultas Pertanian
Prof Sri Rahayu Utami dan Prof Retno Dyah Puspitarini. (rhd)

Malang, SERU.co.id – Senat Akademik Universitas Brawijaya (UB) kembali mengukuhkan dua profesor baru dalam sepekan ini, hingga menjadi empat profesor. Kali ini Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya (Fapet UB) menambah daftar dua profesor baru yang dilantik bersamaan di Gedung Samanta Krida UB, Selasa (27/6/2023).

Pertama, Prof Dr Ir Sri Rahayu Utami MSc, sebagai profesor bidang Ilmu Geokimia Tanah. Sekaligus profesor ke-30 dari Fakultas Pertanian dan profesor urutan ke-172 di UB. Kedua, Prof Dr Ir Retno Dyah Puspitarini MS sebagai profesor dalam bidang ilmu Akarologi Tanaman. Sekaligus profesor aktif ke-31 di Fakultas Pertanian dan profesor urutan ke-173 di UB.

Bacaan Lainnya

Dalam pidato pengukuhannya, Prof Dr Ir Sri Rahayu Utami MSc memaparkan “Konsep GeoBioKim SL untuk manajemen kesuburan tanah pada lahan pertanian terdampak erupsi gunung api.” Menurutnya, erupsi gunung api merupakan bencana alam yang mengakibatkan banyak korban. Namun di sisi lain, erupsi gunung api juga memberi manfaat positif untuk memperbaharuii kondisi kesuburan tanah.

“Dengan melepaskan unsur hara yang terkandung, dapat memperbaiki kondisi tanah. Namun hal ini membutuhkan waktu yang lama, dan tidak dapat dimanfaatkan dalam jangka pendek,” jelas Prof Sri Rahayu Utami.

Prof Dr Ir Sri Rahayu Utami MSc. (rhd)

Lahan pertanian yang terdampak erupsi gunung api memiliki kendala sifat fisik, kimia dan biologi tanah, bagi pertumbuhan dan produksi tanaman. Maka dibutuhkan modifikasi perilaku untuk memperbaiki kondisi tanah kembali subur dalam waktu dekat. Sehingga dapat dimanfaatkan segera oleh petani yang tinggal di sekitar gunung api.

Konsep GeoBioKim SL merupakan perpaduan antara teknologi biologi, baik vegetatif, mikroorganisme fungsional dan kimia. Terdiri atas amandemen organik dan anorganik, sebagai upaya untuk menaggulangi dampak erupsi.

“Keunggulan konsep ini, dibandingkan teknik sebelumnya, adanya penggunaan vegetasi dan mikroorganisme lokal. Sehingga diyakini dapat tumbuh dan bertahan dalam kondisi lahan terdampak erupsi ekstrim,” terang Yayuk, sapaan akrabnya.

Selain itu, vegetasi berdasar pilihan petani juga menjamin tingkat adopsi yang tinggi. Namun, kelemahannya adalah konsep ini baru diaplikasikan pada skala pot, dan membutuhkan uji coba lebih lanjut pada skala yang lebih luas.

la berharap, konsep ini dapat mengembangkan kerjasama antara pemerintah daerah dengan masyarakat sekitar. Dalam menggali potensi daerah untuk mengembangkan sistem pertanian yang adaptif dan menguntungkan secara ekonomi dan ekologi.

Sementara itu, Prof Dr Ir Retno Dyah Puspitarini, MS memaparkan “Strategi Hijau untuk Kelestarian Kehidupan Tungau yang Harmoni di Agroekosistem.” Menurutnya, strategi hijau merupakan bagian dari berbagai strategi pengendalian tungau hama terpadu yang bersifat preemtif dan korektif.

“Strategi ini pada dasarnya adalah rekayasa ekologi untuk menyehatkan lahan, tanaman, dan mendatangkan musuh alami seawal mungkin. Serta mengupayakan agar populasinya senantiasa setinggi mungkin,” terang guru besar pertama bidang Akarologi Tanaman di Indonesia.

Prof Dr Ir Retno Dyah Puspitarini MS. (rhd)

Dimana didapat melalui implementasi praktik kultur teknis, khususnya manipulasi habitat: penerapan tanaman inang yang tahan hama melalui evaluasi biologi dan parameter demografi: dan peningkatan peran kompleks musuh alami.

Disebutkannya, Akarologi merupakan ilmu yang relatif baru di Indonesia, sehingga perlu dikembangkan lebih lanjut secara terus menerus untuk mendapatkan pakar-pakar yang memahami kehidupan tungau. Diharapkan bisa berperan dalam mengatasi permasalahan tungau hama di berbagai pertanaman.

“Berbagai penelitian yang telah dilakukan dan akan terus dikembangkan merupakan bagian dari upaya untuk mengatasi masalah tungau hama secara terpadu. Agar populasinya diharapkan senantiasa pada ambang batas yang tidak merugikan, sehingga produksi yang optimal bisa tercapai,” pungkasnya. (rhd)

Pos terkait