Malang, SERU.co.id – Tepat pada tanggalan Jawa Satu Selo (Sela), masyarakat yang terdiri dari keluarga besar, ahli waris Pesarean Gunung Kawi, karyawan, pedagang dan warga sekitar melakukan kegiatan rutin tahunan yakni Haul Eyang Djugo atau yang bernama asli Kiai Zakaria II. Tahun ini perayaan peringatan itu telah memasuki tahun ke-152, Sabtu (20/5/2023).
Karyawan Pesarean Gunung Kawi, Putri Ulandari menerangkan, dalam kegiatan ini setidaknya ada 300 orang yang berduyun-duyun memadati area Pesarean Gunung Kawi. Mereka melakukan kirab sesaji dan Penyekaran Agung sebagai salah satu rangkaian acara peringatan Haul Eyang Djugo yang ke-152.
Baca Juga : Cerita Legendaris Kopi Gunung Kawi dan Kampung Sumberdem
“Acara ini merupakan inti dari peringatan hari wafat Eyang Djugo. Kirab dilaksanakan dengan adat Jawa, seluruh peserta mengenakan baju adat Jawa berwarna hitam dan menggunakan blangkon untuk laki-laki. Sementara para perempuan mengenakan kebaya berwarna hitam,” seru Putri Ulandari, Minggu (21/5/2023).
Wanita berhijab itu menerangkan, dalam rangkaian kegiatan Haul Eang Djugo ini diawali dengan pembacaan tembang macapat tentang Eyang Djugo dan Gunung Kawi, Jumat (19/5/2023). Tak hanya itu saja berbagai kegiatan seni tradisional lainya seperti penampilan karawitan anak, seni tari dan wayang kulit turut serta mengisi acara tersebut. Dan untuk gongnya, Kirab Sesaji dan Penyekaran Agung.
Putri juga menjelaskan, seusai rangkaian Penyekaran Agung, dilanjutkan pembacaan surat Yasin yang dilakukan bersama-sama warga Wonosari. Kemudian penutupan akan dihiasi penampilan Terbang Jidor dan seni Banjari.
“Selain untuk hari wafat Eyang Djugo, tradisi ini kami lakukan untuk nguri-uri (melestarikan) budaya Jawa,” tutur Putri.
Baca Juga : Ciam Si, Tradisi Kuno Tiongkok Ramal Nasib di Pesarean Gunung Kawi
Sebagai informasi, Eyang Djugo adalah tokoh spiritual legendaris yang dimakamkan di Pesarean Gunung Kawi, yang berada di Desa Wonosari, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Malang. Ia merupakan seorang ulama asal Keraton Mataram Surakarta yang pernah turut berjuang melawan Belanda bersama Pangeran Diponegoro.
Setelah Pangeran Diponegoro berhasil ditangkap oleh tentara Belanda, Eyang Djugo mengembara di Jawa Timur, tepatnya di Kecamatan Kesamben, Kabupaten Blitar. Sebelum sang ulama tersebut berpulang, dirinya sempat menuliskan wasiat agar dimakamkan di Lereng Gunung Kawi.
Seperti permintaannya, para murid dan pengikutnya memakamkan jasad Eyang Djugo di Di Lereng Gunung Kawi, yang sekarang lebih dikenal sebagai Pesarean Gunung Kawi. Eyang Djugo wafat pada tanggal 1 Selo tahun 1799 Dal atau 22 Januari 1871 Masehi. (wul/ono)