Malang, SERU.co.id– Perubahan kebijakan pupuk bersubsidi yang diterbitkan Juli 2022 membuat para petani merintih. Pasalnya dari enam jenis pupuk yang bersubsidi, kini tinggal dua jenis pupuk yang masih disuntik subsidi dari pemerintah. Ditambah lagi, hanya petani yang memiliki luas tanah dibawah dua hektar yang bisa mendapatkan subsidi pupuk tersebut.
Salah seorang petani terong di Desa Sumberpasir, Kecamatan Pakis, Kabupaten Malang, Ulfa (48) mengaku, hal tersebut sangat memberatkan bagi masyarakat khususnya para petani.
“Harga BBM naik, harga pupuk juga naik. Saya biasanya menggunakan Mutiara 16-16-16, saat ini sudah Rp930.500, lain lagi obat-obatan juga naik,” seru Ulfa.
Permasalahan itu membuatnya harus menggunakan pupuk kandang atau pupuk organik. Sebagai salah satu penganti pupuk yang biasanya dia gunakan untuk memberi nutrisi tanamannya itu.
“Sawah saya hanya setengah hektar saja. Jika ada aturan begitu ya kasian petani. Kan mereka sama-sama ingin mencari nafkah. Harga sayur saja saat ini masih amburadul,” terangnya.
Menanggapi hal tersebut, Penyuluh Pertanian Ahli Muda Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan (DTPHP) Kabupaten Malang, Suwadji mengatakan, para petani tak perlu risau. Masih ada dua jenis pupuk yang tidak dicabut subsidinya.
“Saat ini, tercatat ada sebanyak 226.956 petani di Kabupaten Malang yang berhak menerima pupuk bersubsidi. Itu harus sesuai dengan NIK (Nomor Induk Kependudukan), jumlah itu kemungkinan bakal berubah,” kata dia.
Seperti kebijakan yang telah dikeluarkan pemerintah, penerima pupuk bersubsidi hanyalah petani yang memiliki tanah tidak lebih dari 2 hektar. Karena bagi mereka yang memiliki tanah 2 hektar keatas tergolong mampu.
Selain itu, petani yang di KTP nya tercatat berprofesi sebagai pegawai negeri sipil (PNS), TNI-Polri, perangkat desa, tidak bisa mendapatkan jatah pupuk bersubsidi tersebut. Artinya yang mendapat subsidi pupuk hanya petani sebagai pekerjaan utamanya.
“Nama mereka tercatat di kelompok tani. Begitu juga untuk petani yang menggarap lahan milik Perhutani. Dia harus tercatat pada kelompok tani yang ber-SK Bupati,” ungkapnya.
Untuk saat ini, dirinya mengaku, pemerintah Kabupaten Malang masih belum bisa berbuat banyak. Mereka hanya mampu untuk mensosialisasikan kebijakan anyar tersebut kepada petani. Dan akan mendata para petani yang benar-benar berhak mendapatkan pupuk bersubsidi itu.
“Kalau sosialisasi sudah. Karena memang ini kebijakannya Pemerintah. Sejak Permentan itu terbit, pada bulan Juli kami langsung melakukan perubahan di seluruh wilayah,” paparnya.
Hal tersebut akan berdampak kepada hasil panen ataupun keuntungan para petani di Kabupaten Malang. Namun, berdasarkan data dari Badan Pusat Statistika, Suwadji menyebut bahwa produksi pertanian di Kabupaten Malang hingga saat ini masih surplus. (ws6/ono)