Jakarta, SERU.co.id – Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) menuai berbagai reaksi dari sejumlah kalangan, termasuk Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI). Ketum PB PGRI Prof Unifah Rosyidi menilai, penyusunan RUU ini sangat ajaib karena dilakukan dengan cepat dan buru-buru.
Unifah menilai, pihaknya berharap dapat dilibatkan dalam pembahasan RUU Sisdiknas. Ia juga menyuarakan agar RUU Sisdiknas tidak dipaksakan menjadi Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2022.
“Bagi kami, RUU Sisdiknas prosesnya ajaib. Maunya cepat dan buru-buru untuk dikritisi oleh pemangku kepentingan. Kami sebenarnya sebagaimana komponen lain sangat berharap RUU Sisdiknas ini dibahas dengan melibatkan berbagai komponen para ahli, untuk lihat RUU ini sebagai Omnibus Law dari tiga UU yang sebenarnya ada 23 UU yang bersinggungan untuk mendengar suara publik,” seru Unifah, Minggu (28/8/2022).
Salah satu yang ia soroti adalah mengenai penghapusan pasal tentang tunjangan profesi guru dan dosen dari RUU Sisdiknas. Menurutnya, ia tidak mengerti alasan Kemendikburistek menghapus pasal tersebut dan melawan logika publik.
“Kami semalaman resah enggak bisa tidur, kami rapatkan barisan menyatakan bahwa draf RUU Sisdiknas per tanggal 22 Agustus yang kita terima ini sungguh-sungguh mengingkari logika publik. Menafikan profesi guru dan dosen,” ujarnya.
Merespon berbagai sorotan, pihak Kemendikbudristek akhirnya buka suara melalui Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan Iwan Syahril. Ia mengatakan, dalam RUU Sisdiknas tersebut justru akan memuat upaya agar semua guru mendapatkan penghasilan yang layak.
“RUU Sisdiknas mengatur, guru yang sudah mendapat tunjangan profesi melalui proses sertifikasi, baik itu guru ASN, non-ASN akan tetap mendapat tunjangan tersebut hingga pensiun. Sepanjang tentunya mereka memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” jelasnya.