Kejari Batu Tuntaskan Restorative Justice Perdana

kejari batu mendampingi keluarga yang tersandung urusan hukum
kejari batu mendampingi keluarga yang tersandung urusan hukum

Penganiyaan Berakhir Damai

Batu, SERU.co.id – Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum menyetujui Restorative Justice (RJ) yang diajukan oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Batu terkait perkara pasal 351 KUHP ayat 1 dengan tersangka Dwi Fitakul Nurhada. Warga Kecamatan Bumiaji Kota Batu ini melakukan penganiayaan terhadap sepupunya sendiri an. Yudi susanto dikarenakan emosi sesaat.

Bacaan Lainnya

Kasi Intel Kejari Batu, Edi Sutomo SH MH mengatakan, tersangka adalah pekerja bangunan dan serabutan yang pada saat terjadi peristiwa penganiayaan tersebut terpicu emosi sesaat. Dalam kunjungannya ke rumah pelaku, Jaksa Penuntut Umum dan penyidik Polsek Bumiaji menemui istri tersangka. Istri tersangka menceritakan bahwa anaknya yang masih sekolah PAUD selalu menanyakan ayahnya dan sempat sakit selama 3 hari.

“Dari situlah istri tersangka memohon dengan sangat agar suaminya dapat kembali bersama keluarga seperti sediakala,” serunya.

Edi sapaan akrabnya menceritakan,  selanjutnya Jaksa Penuntut Umum  dan Penyidik Polsek Bumiaji juga mendatangi rumah korban Yudi Susanto. Dari hasil kunjungan tersebut diketahui bahwa benar korban Yudi Susanto telah memaafkan perbuatan tersangka. Proses perdamaian antara tersangka dan korban pun mulai dilakukan pada 2 Agustus 2022.

“Tersangka dan korban dipertemukan di Ruang Seksi Tindak Pidana Umum Kejaksaan Negeri Batu untuk proses perdamaian kedua belah pihak. Kegiatan ini  dimediasi oleh Jaksa Penuntut Umum Maharani Indrianingtyas SH, Penyidik Polsek Bumiaji serta Ketua RT di lingkungan tersangka dan korban tinggal.

Edi meneruskan cerita, selanjutnya JPU, Penyidik Polsek Bumiaji, tersangka Dwi Fitakul Nurhada, korban Yudi Susanto dan para saksi menandatangani berita acara perdamaian. Kemudian Kejari Batu mengajukan Permohonan Restorative Justice Ke Kejati Jawa Timur dan diteruskan Ke Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung RI. Adapun alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini  karena dalam proses perdamaian, tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan maaf.

“Alasan lain karena tersangka belum pernah dihukum dan baru pertama kali melakukan perbuatan pidana. Selain itu ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun dan tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya,” imbuhnya.

Sebagai tambahan informasi, dalam  RJ yang dilakukan pada perkara ini, proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi. Selain itu tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar. Ditambah lagi dengan pertimbangan sosiologis dan dukungan masyarakat yang merespon positif.

“Atas persetujuan dan perintah Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum, Kepala Kejaksaan Negeri akan menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum,” imbuhnya.

Kejari Batu untuk pertama kalinya berhasil mewujudkan Restorative Justice  sesuai amanat Jaksa Agung Republik Indonesia. Yakni “Rasa Keadilan tidak ada dalam buku, tidak ada dalam KUHP dan tidak ada dalam KUHAP.  Tapi keadilan ada dalam Hati Nurani Masyarakat.

“Jaksa berkewajiban untuk mempertimbangkan rasa keadilan yang ada di masyarakat,” pungkasnya. (dik/ono)

disclaimer

Pos terkait