Banyuwangi, SERU.co.id – Proyek pembangunan pertashop di halaman gedung GNI Desa Genteng Kulon, yang merupakan tanah aset Masyarakat Desa Genteng Kulon, Kecamatan Genteng, Kabupaten Banyuwangi diduga penuh kejanggalan dan tabrak aturan.
Bahkan pembangunan pertashop tersebut, menjadi buah bibir dan topik perbincangan warga Genteng Kulon di warung, Cafe, dan lesehan.
Padahal, sebelum dilaksanakan pembangunan pertashop tersebut, Badan Permusyawaratan Desa (BPD) bersama Pemerintah Desa (Pemdes) Desa Genteng Kulon menggelar Musyawarah Desa (Musdes) membahas masalah tersebut. Dalam Musdes tersebut anggota BPD banyak yang tidak sepaham (menolak) karena prosesnya tidak benar dan tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Desa (PERMENDES) Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2019 tentang Musdes.
“Dalam undangan Musdes disebutkan bahwa acaranya untuk pengelolaan Tanah Kas Desa (TKD), itu kan lucu, sebab lahan GNI adalah tanah aset Desa, lalu proses Musdesnyapun sudah nggak bener, menyimpang dari Permendes Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2019 tentang Musdes,” tegas UT.
Lucunya kata salah satu anggota BPD berinisial AS, undangan untuk mengundang hadir anggota BPD itu mengatasnamakan ketua panitia, padahal panitia pembangunan pertashop itu tidak pernah dibentuk, dan tidak pernah ada.
“Kapan panitia pembangunan pertashop itu dibentuk, kok ada anggota BPD yang mengatasnamakan ketua panitia, padahal panitianya nggak ada, dan jangan salah. Anehnya lagi dalam Musdes tersebut tamu undanganya rata-rata tim suksesnya Kepala Desa (Kades) dulu,” ungkapnya.
Masih kata UT, anehnya lagi, pada saat acara dimulai, AS mengatakan, bahwa acara Musdes ini tidak perlu lama, tidak perlu musyawarah, dan tidak perlu berdebat, karena mengundang hadir anggota BPD dan tokoh masyarakat itu sifatnya hanya memberitahukan saja.
“Lho, anehnya lagi saat Musdes, AS yang nota bene anggota BPD mengaku menjadi ketua panitia dia ngomong Musdes ini hanya sekedar menginformasikan saja, dan informasi yang diberitahukan ini tidak perlu diperdebatkan, dan dibahas, karena sifatnya pemberitahuan, ini kan lucu sekali,” bebernya.

Lanjut UT, dalam sambutannya AS menjelaskan tanah pelataran GNI sudah disewakan dengan pihak ketiga untuk didirikan pertashop, selama 15 Tahun, dan pertahunnya Rp 15 Juta. Investornya warga Canga’an m, Desa Genteng Wetan.
“Kok gak tawarkan ke warga Desa Genteng Kulon, kenapa investornya orang Desa Genteng Wetan, apakah warga Genteng Kulon warganya miskin semua,” sesal UT.
Lebih lanjut UT mengungkapkan, Musdes yang digelar cukup singkat itu, dan terkesan sangat menguntungkan Pemdes Genteng Kulon langsung di Amini oleh Kepala Desa berikut perangkat Desa.
“Sambutan dari AS itu langsung diamini oleh Kades dan beberapa perangkat desa yang hadir di acara Musdes itu,” ucapnya.
Usai memberikan sambutan, Anggita BPD dan tokoh masyarakat yang hadir di acara tersebut, diadakan penandatanganan berita acara yang disaksikan oleh kelompok mereka sendiri. Anehnya lagi ketika diminta salinan berita acaranya AS mengaku lupa menyimpan.
“Kok aneh salinan berita acara lupa menyimpan, ada apa ini?” Kata UT, Minggu (20/2/2022).
UT salah satu anggota BPD yang juga tokoh masyarakat Genteng Kulon mengatakan, Pemdes Genteng Kulon diduga melakukan pelanggan yaitu pelanggaran Musdes dan Pelanggaran kontrak aset desa.
“Dugaan pelanggaran Musdes itu menabrak Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, Dan Transmigrasi (PERMENDESAPDTT) Republik Indonesia, Nomor 16 Tahun 2019, Tentang Musyawarah Desa, saya mohon orang yang mengaku panitia pembangunan pertashop membaca Peraturan Menteri itu,” jlentrehnya.
UT membeberkan, dalam acuan umum PERMENDESAPDTT pasal 1, dalam Peraturan Menteri yang dimaksud dengan mustawarah Desa adalah musyawarah antara BPD, Pemdes, dan unsur seluruh masyarakat yang diselenggarakan oleh BPD untuk menyepakati hal yang bersifat strategis. Kemudian ditunjang dengan Pasal 3, Peraturan menteri bertujuan untuk, A. Menguatkan fungsi Musdes sebagai ruang partisipasi masyarakat dalam implementasi Undang Undang Desa, selanjtunya.
B. Menjadikan Musdes sebagai forum pengambilan keputusan tertinggi dalam penyelenggaraan Pemdes. Dan C. Mendorong sinergitas peran pemangku kepentingan Desa untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan Musdes yang demokratis, partisipatif, inklusif, responsif gender, transparan, akuntabel, dan harus berpihak pada kepentingan masyarakat.
Terkait pendirian bangunan pertashop itu, dirinya menduga adanya pelanggaran sewa aset desa, karena tanah aset desa tersebut sudah disewakan selama 15 Tahun, hal itu jelas – jelas bertentangan dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia, No 1 Tahun 2016, tentang pengelolaan aset Desa.
“Dalam Pasal 12 ayat (2) disebutkan, jangka waktu sewa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 3 (Tiga) tahun dan dapat diperpanjang,” pungkasnya. (Kuryanto)
Baca juga:
- Target Empat Medali Emas, Wali Kota Malang Motivasi Atlet Basket Hadapi Porprov IX Jatim
- Lansia Dilaporkan Hilang Hanyut di Sungai Metro Ditemukan Selamat di Pakisaji
- Bupati Malang Sebut Munas VI APKASI 2025 Wadah Strategis Kuatkan Pembangunan Nasional
- Ratusan Travel Merugi Miliaran Usai Visa Haji Furoda Tak Kunjung Terbit
- Zia Ulhaq Nilai Putusan MK Soal Sekolah Swasta Gratis Dorong Pemerataan Pendidikan