MMI Launching Buku ‘Keanekaragaman Keroncong Indonesia’

Rakai Galeswangi dan Hengki Herwanto, menunjukkan buku Keanekaragaman Keroncong Indonesia. (ist) - MMI Launching Buku 'Keanekaragaman Keroncong Indonesia'
Rakai Galeswangi dan Hengki Herwanto, menunjukkan buku Keanekaragaman Keroncong Indonesia. (ist)

Malang, SERU.co.id – Buku ‘Keanekaragaman Keroncong Indonesia’ dilaunching di Museum Musik Indonesia (MMI), Jalan Nusakambangan 19 Kota Malang. Buku tersebut merupakan hasil karya para pegiat MMI.

Pendiri Museum Musik Indonesia, Hengki Herwanto menuturkan, mengumpulkan seratus album keroncong dalam satu rumah, sebenarnya sebuah pekerjaan sederhana. Namun, hanya memerlukan rasa cinta dan peduli.

Bacaan Lainnya

“Buku Katalog ini bisa terwujud berkat kepedulian banyak pihak, khususnya masyarakat yang telah menyumbangkan koleksi rekaman untuk disimpan di Museum Musik Indonesia (MMI),” seru Hengki Herwanto, Sabtu (9/10/2021).

Buku tersebut atas kerjasama Museum Musik Indonesia dan Balai Pelestarian Nilai Budaya DI Jogjakarta, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, melalui program Fasilitasi Pelestarian Budaya Tahun 2021.

Menurutnya, pengumpulan naskah-naskah tersebut ibaratnya daun lontar yang berserakan dalam sebuah perpustakaan. Tujuannya agar sejarah bangsa di masa lampau dapat didokumentasikan dan diarsipkan. Jangan sampai bukti-bukti otentik aset budaya bangsa hilang ditelan zaman.

Musik keroncong lahir di Indonesia, seperti halnya musik dangdut. Adanya pengaruh musik lain wajar saja. Keroncong dipengaruhi musik Portugis, sebagaimana Dangdut dipengaruhi musik India. Interaksi budaya antar bangsa tak dapat dibendung.

“Di Indonesia sendiri keroncong juga berkembang penuh keanekaragaman. Selain dikenal istilah ‘Keroncong Asli’, muncul juga istilah ‘Keroncong Modern’ dan ‘Keroncong Kontemporer,” bebernya.

Pihaknya menambahkan, berkembang pula jenis musik yang masih satu keluarga dengan keroncong, yaitu stambul, langgam dan keroncong hawaiian. Yang terakhir ini, salah satu tokohnya adalah George De Fretes, musisi berdarah Maluku kelahiran Bandung.

“George yang juga sering disebut Tjok De Fretes ini adalah salah satu musisi yang turut mempopulerkan musik keroncong di Belanda dan luar negeri,” ungkapnya.

Satu catatan penting ia temukan dalam menyusun katalog, adalah minimnya atribut informasi yang terdapat dalam cover album rekaman. Sebagian besar tidak menyebutkan tahun berapa diproduksi. Sebagian lagi tidak mencantumkan nama-nama pencipta lagu.

“Profil sang artis juga sangat minim. Tentu saja, dari aspek sejarah, hal ini sangat disayangkan. Beruntung masih ada sumber-sumber lain yang dapat digunakan untuk melengkapi data,” bebernya.

Hengki Herwanto mengungkapkan, seratus album dalam katalog ini masih jauh dari sempurna. Barangkali masih terdapat keanekaragaman musik keroncong lainnya yang belum terwakili. Sehingga koleksi di Museum Musik Indonesia belum sepenuhnya lengkap.

“Rasa cinta dan rasa peduli dari masyarakat tentu kami harapkan, bila suatu saat kami menerbitkan katalog lagi,” imbuhnya.

Pihaknya berharap, buku katalog yang dilaunching dapat melengkapi pendataan musik di Indonesia dan menjadi bagian dari Sistem Pendataan Kebudayaan Terpadu yang sedang dikembangkan oleh Dirjen Kebudayaan. (jaz/rhd)


Baca juga:

Pos terkait