DPR RI Soroti Kota Batu, Harapkan Dinkes Pro Aktif pada PIRT

Sosialisasi KIE oleh DPR RI Komisi IX. (ws2/rhd) - DPR RI Soroti Kota Batu, Harapkan Dinkes Pro Aktif pada PIRT
Sosialisasi KIE oleh DPR RI Komisi IX. (ws2/rhd)

Batu, SERU.co.id – Lambatnya perkembangan UMKM di berbagai daerah, karena berbelitnya kepengurusan Pangan Industri Rumah Tangga (PIRT) di sejumlah daerah, membuat Anggota Komisi IX DPR RI Ali Ahmad angkat bicara.

Pasalnya, regulasi yang tidak disertai oleh kinerja yang pro aktif dari eksekutif, maka diprediksi akan memperparah kelambatan perkembangan UMKM yang ada.

Bacaan Lainnya

“Seperti di Kota Batu contohnya, Dinkes harus mau jemput bola untuk kepengurusan PIRT ini. Jangan menunggu kuota 50 orang, lalu baru ditangani,” serunya, ketika dikonfirmasi pasca memberikan materi pada Komunikasi Informasi Edukasi (KIE) Cerdas Memilih Obat Tradisional yang aman.

Menurutnya, potensi Kota Batu yang bergerak dalam sektor pariwisata memiliki pengaruh tinggi dalam berkembangnya beberapa produk UMKM. Terlebih, produksi olahan rumah yang kian menjamur ini, kini telah menjadi salah satu penopang ekonomi dalam skala nasional.

“Tapi ironis sekali ketika melihat fakta di lapangan, banyak produk UMKM yang tidak memiliki izin. Jadi Dinkes harus pro aktif dalam kepengurusan PIRT ini. Meskipun 1-2 pengurusan ya harus segera ditangani,” seru Ali.

Pengelola Pusat Layanan Usaha Terpadu (PLUT) Kota Batu Andri Yunanto mengatakan, tercatat ada 1.600 UMKM yang telah terdata mengantongi PIRT. Sedangkan, syarat untuk mendapat PIRT, yakni produk dengan masa kadaluarsa lebih dari tujuh hari. Kurang dari itu, tidak perlu adanya PIRT.

“Selama pandemi memang ada hambatan dalam kepengurusan PIRT. Sebenarnya, sesuai SOP pengurusan PIRT cukup lima hari. Tapi akibat pandemi bisa berbulan-bulan,” urai Andri, kepada Seru.co.id.

Ia juga menambahkan, kendala bisa terjadi dari UMKM, karena tidak melengkapi sesuai persyaratan. Sedangkan, dari Dinkes karena pandemi Covid-19 yang membuat survey terhambat.

“Setelah ada rekom dari kami. Tempat pelaku usaha harus dilakukan survey dari Dinkes. Sebelum itu, pelaku usaha harus ikut sosialisasi sertifikat layak pangan,” terang dia.

Selanjutnya, baru akan dilakukan survei tempat. Bisa sekali kunjungan, bisa juga berkali-kali. Ini disesuaikan dengan persyaratan, seperti kemasan, tempat produksi, proses produksi dari segi higienitas.

“Dan masih banyak lagi. Ini ada tim penilai kelayakan usaha,” tandasnya. (ws2/rhd)

Pos terkait