Jakarta, SERU.co.id – Penyidik Jaksa Agung Muda Pidana Khusu (Jampidsus) Kejaksaan Agung menetapkan delapan orang sebagai tersangka kasus korupsi di PT Asuransi Bersenjata Republik Indonesia (Asabri), Senin (1/2/2021). Para tersangka dibawa dari Gedung Bundar Jampidsus dengan mengenakan rompi tahanan berwarna pink. Mereka langsung digiring menuju tahanan dengan mobil milik Kejagung.
“Delapan orang tersangka adalah inisial ARD, SW, HS, BE, IWS, LP, BT dan HH,” seru Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Leonard Eben Ezer Simanjuntak.
Kedelapan tersangka adalah mantan Direktur Utama PT Asabri periode tahun 2011 – Maret 2016 (Purn) Mayjen Adam Rachmat Damiri, mantan Direktur Utama PT Asabri periode Maret 2016 – Juli 2020 (Purn) Letjen Sonny Widjaja, eks Direktur Keuangan PT Asabri periode Oktober 2008-Juni 2014 Bachtiar Effendi, mantan Direktur Asabri periode 2013 – 2014 dan 2015 – 2019 Hari Setiono, Kepala Divisi Investasi PT Asabri Juli 2012 – Januari 2017 Ilham W. Siregar dan Direktur Utama PT Prima Jaringan Lukman Purnomosidi. Tersangka lainnya adalah Dirut PT Hanson International Tbk Benny Tjokrosaputro dan Komisaris PT Trada Alam Minera Heru Hidayat. Benny dan Heru juga tersangka dalam kasus korupsi di Jiwasraya.

Leonard menjelaskan kronologi kasus korupsi di Asabri sudah berlangsung lama. Pada 2012 hingga 2019 Direktur Utama, Direktur Investasi dan Keuangan serta Kadiv Investasi Asabri bersepakat dengan pihak di luar Asabri yang bukan merupakan konsultan investasi ataupun manajer investasi yaitu Heru Hidayat, Benny Tjokrosaputro dan Lukman Purnomosidi untuk membeli atau menukar saham dalam portofolio Asabri dengan saham-saham milik Heru Hidayat, Benny Tjokrosaputro dan Lukman dengan harga yang telah dimanipulasi menjadi tinggi dengan tujuan agar kinerja portofolio Asabri terlihat seolah-olah baik.
Setelah saham-saham menjadi milik Asabri, pengendalian saham-saham tersebut berada di bawah Heru, Benny, dan Lukman. Hal ini berdasarkan kesepakatan bersama dengan Direksi Asabri sehingga seolah-olah saham tersebut bernilai tinggi dan likuid. Nyatanya, transaksi-transaksi yang dilakukan hanyalah semu dan menguntungkan Heru, Benny, dan Lukman.
Hal itu justru merugikan investasi Asabri sebab menjual saham-saham dalam portofolio dengan harga di bawah harga perolehan saham-saham tersebut. Dikutip dari Suara.com, untuk menghindari kerugian investasi Asabri, maka saham-saham yang telah dijual di bawah harga perolehan, dibeli kembali dengan nomine Heru, Benny dan Lukman serta dibeli lagi oleh Asabri melalui underlying reksadana yang dikelola oleh manajer investasi yang dikendalikan oleh Heru dan Benny.
Dengan kata lain, investasi Asabri sejak 2012 hingga 2019 dikendalikan oleh Heru, Benny, dan Lukman. Akibat perbuatan para tersangka, negara merugi sebesar Rp 23,7 triliun. (hma/rhd)