Dinili Telah Masuk Ranah Politik
Jember, SERU.co.id – Massa dari Gerakan Reformasi Jember (GRJ) menyegel kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Jember Jl Karimata, Senin (21/12/2020) siang. Penyegelan dengan membentangkan dua spanduk sepanjang 4 meter di kedua pintu gerbang Kejari itu dilakukan saat massa melakukan aksi unjuk rasa di depan kantor instansi penegak hukum itu.
Aksi penyegelan kantor pengacara negara ini dilakukan karena korps tersebut dianggap telah mempergunakan kewenangannya masuk ranah politik. Korlap aksi Kustiono Musri dalam orasinya membeberkan dua fakta indikasi kejaksaan telah berpolitik.
“Enam bulan lalu jelas Kajari (Prima Idwan Mariza) memfasilitasi permintaan bupati Faida membahas kebuntuan APBD padahal jelas itu bukan kewenangan kejaksaan,” kata Kustiono Musri.

Peristiwa berikutnya, menurut Kustiono adalah saat Wabup Abdul Muqit Arief tiba-tiba dipanggil oleh Bupati Faida untuk bertemu di kantor Kejari, Senin pekan lalu (14/12/2020). Menurut informasi yang berkembang, dalam pertemuan itu terjadi intimidasi yang dilakukan Kasi Datun Agus Taufikurahman dan sejumlah pejabat Pemkab Jember terkait pengembalian 366 pejabat sesuai rekomendasi Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
“Beberapa hari lalu terjadi intimidasi Kasi Datun kepada Kyai Muqit bahkan sampai 13 kali,” sebut Kustiono.
Massa kemudian menuntut agar Kepala Kejari Jember dan Kasi Datun mundur, karena seharusnya kejaksaan kembali kepada tugas dan fungsinya sebagai aparat hukum untuk mengungkap kasus korupsi dan menangani kasus kriminal.
”Ada adagium bahwa hakim dan jaksa adalah perwakilan Tuhan. Tapi saat ini Kejaksaan menjadi perwakilan ‘setan’. Maka sudah seharusnya Kajari dan Kasidatun mundur!,” kata Samsul Gerpas, orator demo lainnya.
Usai meluapkan aspirasinya dengan pengawalan ketat polisi, massa kemudian bergerak menuju ke Univesitas Jember (Unej). Namun massa GRJ tidak melakukan orasi.
Massa hanya ditemui oleh perwakilan Unej Anang Ardian Riza atau Ardian.
Kepada perwakilan Unej, massa meminta menindak salah satu dosen yang terlibat dalam pertemuan antara Kasi Datun, Bupati Faida dan jajarannya serta Wabup Muqit Arief. ”Seharusnya Unej melakukan permintaan maaf kepada publik,” kata Kustiono kepada Ardian.
Sementara Ardian mengaku jika dirinya tidak tahu dengan permasalahan yang disebutkan GRJ. Ardian hanya diutus pimpinannya untuk mewakili menemui pengunjuk rasa. ”Terus terang saya secara pribadi tidak tahu terkait persoalan ini tapi tetap nanti kita sampaikan kepada pimpinan,” kata Ardian kepada sejumlah awak media.
Sementara itu Kajari Jember Prima Idwan Mariza saat dikonfirmasi mengatakan sebelum pertemuan itu telah menyarankan agar permintaan legal opinion (pendapat hukum) pihak Bupati dan jajarannya dilakukan secara tertulis. Namun malah Bupati datang beramai-ramai ke kantor Kejari Jember. ”Tertulis, itu lebih elegan dilakukan dengan tertulis surat menyurat,” kata pria berasal dari Padang, Sumatera Barat itu.
“Begini perdata dan tata usaha negara itu urutannya surat menyurat tertulis jadi tidak perlu datang. Kecuali ada konsultasi hukum, ada perjanjian sebelumnya tidak bisa datang begitu saja,” sambungnya.
Namun dirinya tidak bisa menolak kedatangan Bupati beserta jajarannya dan memfasilitasi pertemuan itu.”Saya tidak bisa menolak Bupati datang, Wabup datang,” katanya.
Lebih jauh Prima mengaku telah meminta maaf kepada Wabup Abdul Muqit Arief melalui pesan WA. ”Saya sudah meminta maaf, Kasi Datun meminta maaf tapi belum dibaca sepertinya,” pungkasnya. (vin/ono)