Malang, SERU.co.id – Massa dari organisasi mahasiswa dan buruh se-Malang Raya nampaknya tak patah semangat untuk menyuarakan penolakan terhadap Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja. Karena meskipun aksi pertama yang dilaksanakan pada Kamis (8/10/2020) lalu sempat diwarnai kericuhan, massa yang sama kembali melakukan aksi di kompleks Gedung DPRD Kota Malang dan Balai Kota Malang, Selasa (20/10/2020).
Massa kembali menyerukan tuntutannya melalui orasi yang dilakukan di halaman Gedung DPRD Kota Malang. Massa menyampaikan aspirasi dengan lebih kondusif. Satu persatu perwakilan massa pun menaik ke atas panggung dan menyampaikan orasinya atas Undang-Undang (UU) Cipta Kerja. “Teman-teman, hari ini kita turun kembali ke jalan,” kata salah seorang yang melakukan orasi.
Juru Bicara Aliansi Malang Melawan, Jeckri melalui selebaran siaran pers menyampaikan, kelahiran Undang-Undang (UU) Omnibus Law tidak terlepas dari pengaruh situasi ekonomi politik Internasional, yang disebabkan adanya persekongkolan jahat antara kekuatan Politik Nasional dengan lembaga Imperialisme seperti IMF, WTO dan lain sebagainya.
Hal itu kemudian mendorong negara dunia ketiga termasuk Indonesia sebagai jawaban terhadap lemahnya pertumbuhan ekonomi dan Produk Domestik Bruto (PDB) dunia yang kian hari tidak menentu. Salah satu faktor utamanya adalah Covid-19.
Dengan adanya masalah tersebut, Omnibus Law dipandang sebagai solusi terbaik guna menyelamatkan ancaman resesi di tengah pandemi serta mendorong kemajuan ekonomi negara melalui investasi.
Dari lima program pemerintahan Indonesia, salah satu yang menjadi prioritas ialah penyederhanaan perizinan Investasi melalui regulasi Omnibus law. Hal itulah yang kemudian menimbulkan tanda tanya masyarakat. Sehingga Omnibus Law menimbulkan problematika. Di antaranya adalah lahirnya kepentingan investasi yang diwadahi dalam paket kebijakan pemerintah yang dikemas dalam pemudahan izin, hilangnya sanksi pidana pada pelanggar lingkungan hidup, dan lain sebagainya sebagai penyederhanaan.
“Buat pembenahan regulasi yang digadang-gadang dengan RUU Omnibus Cipta Kerja justru akan menciptakan lebih banyak penyumbatan dalam implementasi,” tegasnya.
Karena simplifikasi yang dilakukan hanya membabat ujung belaka tanpa perencanaan yang terintegrasi dengan agenda pembangunan. UU Omnibus Law Cipta Kerja membuat pengusaha dapat menikmati Hak Guna Usaha (HGU) langsung 90 tahun padahal sebelumnya hanya 25/35 tahun dengan perpanjangan 25 tahun jika perusahaan memenuhi syarat.
Hal itu menurutnya akan semakin memperdalam dan memperluas konflik agraria. Dimana perempuan seringkali mengalami intimidasi dan kekerasan yang berlapis.
Omnibus Law ini pun mendukung penindasan dan kecurangan bagi kaum buruh. Jaminan pekerjaan layak dihilangkan karena outsourcing dan kontrak bisa semakin merajalela. Upah dan pesangon pun tidak mendapat perlindungan, sehingga akan semakin banyak kesewenang-wenangan pengusaha nakal.
“Omnibus Law memperburuk perlindungan hak perempuan buruh. Tidak dikenal cuti karena haid atau keguguran karena hanya menyebutkan cuti tahunan dan cuti panjang lainnya yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama,” tegasnya lagi.
Dengan berlakunya UU Cipta Kerja, maka terdapat masalah mendasar materi muatan pasal-pasal, yaitu sentralistik rasa Orde Baru. Terdapat hampir 400an pasal yang menarik kewenangan kepada Presiden melalui pembentukan peraturan presiden.
Kemudian anti lingkungan hidup. Karena terdapat pasal-pasal yang mengabaikan semangat perlindungan lingkungan hidup. Terutama terhadap pelaksanaan pendekatan berbasis resiko serta semakin terbatasnya partisipasi masyarakat.
Selanjutnya liberalisasi pertanian. Karena tidak akan ada lagi perlindungan petani ataupun sumberdaya domestik. Semakin terbukanya komoditi pertanian impor, serta hapusnya perlindungan lahan-lahan pertanian produktif.
Kemudian abai terhadap Hak Asasi Manusia. Karena pasal-pasal tertentu mengedepankan prinsip semata-mata keuntungan bagi pebisnis. Sehingga abai terhadap nilai-nilai hak asasi manusia, terutama perlindungan dan pemenuhan hak pekerja, hak pekerja perempuan, hak warga dan lain lain.
Bukan hanya itu, UU Omnibus Lawn juga dinilai telah mengabaikan prosedur pembentukan UU. Metode ‘Omnibus Law’ tidak diatur dalam UU No.12 Tahun 2011 jo UU No. 15 Tahun 2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Berdasarkan pertimbangan, lanjutnya, melihat dari kondisi memprihatinkan dengan krisis kedaulatan ekonomi politik rakyat, serta demokrasi yang diciderai, aliansi ‘Malang Melawan’ menyatakan mosi tidak percaya kepada pemerintah republik Indonesia dan menyatakan sikap. “Cabut Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja,” tegasnya lagi. (red)