Malang, SERU.co.id – Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) DPRD Kota Malang memberikan pernyataan sikap terhadap Peraturan Daerah (Perda) nomor 1 Tahun 2025 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD). Pasalnya, Fraksi PKB Kota Malang konsisten tidak setuju kenaikan tarif PBJT dan kenaikan PBB-P2 menjadi single rate 0,2 persen yang memberatkan masyarakat. Untuk itu, Fraksi PKB mendesak revisi Perda nomor 1 Tahun 2025 yang baru saja ditetapkan.
Ketua Fraksi PKB Kota Malang, Saniman Wafi mengatakan, pihaknya sejak awal bersikap konsisten terkait dengan Perda Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD). Sebagaimana Pendapat Akhir (PA) Fraksi PKB saat Sidang Paripurna, Kamis (12/6/2025)
“Saat pengambilan keputusan, kami tidak menyetujui kenaikan tarif PBJT Makanan dan Minuman menjadi Rp15 juta dan kenaikan PBB-P2 menjadi single tarif 0,2 persen. Sikap ini selaras dengan mempertimbangkan aspirasi dan kondisi sosial ekonomi masyarakat luas,” seru Wafi, sapaan akrabnya, saat konferensi pers, Jumat (22/8/2025).
Menurutnya, angka ideal yang diusulkan dalam kenaikan tarif PBJT Makanan dan Minuman dalam rentang Rp25-30 juta, bukan Rp15 juta. Sementara, kenaikan PBB-P2 menjadi single tarif 0,2 persen harus segera dievaluasi. Lantaran persentase pajak sebelumnya dalam Perda no 4 tahun 2023 tentang PDRD masih belum maksimal pelaksanaannya.
Dengan memperhatikan kondisi perekonomian masyarakat dan ekonomi global terkini yang tidak baik-baik saja. Fraksi PKB DPRD Kota Malang menekankan, kepada Pemerintah Kota (Pemkot) Malang untuk segera merevisi Perda tersebut.
baca juga: Bapenda Kota Malang Bantah Isu Tarif PBB Naik Empat Kali Lipat
“Minimal menerbitkan Perwal yang memastikan tidak ada kenaikan pajak yang membebani rakyat. Dengan mempertimbangkan kebijakan stimulus dan koefisien,” terang politisi PKB Dapil Kedungkandang ini.
Senada, Wakil Ketua Fraksi PKB DPRD Kota Malang, Anas Muttaqin mendesak, Pemkot Malang lebih kreatif dalam menaikkan potensi PAD. Menurutnya, banyak celah diluar strategi kenaikan prosentase pajak pada beberapa sektor lainnya.
“Kami juga minta untuk meminimalisir kebocoran dalam hal pendapatan sektor pajak dan retribusi. Sehingga dapat memberikan sumbangsih secara signifikan pada kenaikan PAD Kota Malang,” ucap Anas, sapaan Ketua Komisi C DPRD Kota Malang ini.
Menurutnya, meski arahan tersebut dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), serta payung hukum Perda nomor 1 Tahun 2025 baru ditetapkan. Namun dengan Perwal yang menegaskan, tidak ada kenaikan PBB-P2, sebagai jaminan Wali Kota Malang dapat meredam potensi yang tidak diinginkan.
“Jangan sampai peristiwa yang terjadi di Pati dan Banyuwangi, terjadi di Kota Malang. Jadi bukan hanya lisan, tapi tertuang resmi dalam Perwal, meski masa berlakunya terbatas,” tegas Anas.
Sementara itu, anggota Fraksi PKB lainnya, Fathol Arifin mengajak, semua pihak tidak alergi dengan istilah revisi Perda maupun pembatalan. Dinamika politik dengan munculnya gejolak di Pati dan Banyuwangi sepatutnya menjadikan hikmah untuk diambil pelajarannya oleh Kota Malang.
baca juga: 57.331 Warga Kota Malang Bakal Bebas Bayar PBB Tahun 2026
“Dengan petunjuk Kemendagri akhirnya kebijakan di Pati dan Banyuwangi dibatalkan, apalagi ini cuma kita minta direvisi. Lebih baik kita sibuk revisi sekarang demi masyarakat bahagia, daripada kita diam membiarkan Perda berjalan namun terjadi gejolak. Sikap ini bentuk PKB cinta masyarakat dan peduli kepada Wali Kota dan DPRD Kota Malang,” tandas Fathol.
Meski nantinya ada alternatif Perwal dengan masa berlaku hanya setahun. Dirinya khawatir jika nanti Perwal tidak diperbarui atau diperpanjang, maka selanjutnya secara otomatis Perda kembali berlaku. (rhd)