JKN untuk Semua, Kisah Perjuangan Nursaniah dan Harapan Jutaan Perempuan

JKN untuk Semua, Kisah Perjuangan Nursaniah dan Harapan Jutaan Perempuan
Nursaniah sangat bersyukur atas program perlindungan kesehatan yang diberikan JKN oleh BPJS Kesehatan. (afi)

Medan, SERU.co.id – Vonis kanker serviks sempat mengguncang hidup Nursaniah (57). Namun kehadiran program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) memberinya kesempatan kedua. Kisahnya menjadi bukti nyata program JKN hadir sebagai perlindungan masa depan bagi perempuan yang tengah berjuang di medan yang sama.

“Awalnya saya anggap biasa, mungkin karena mau menopause. Darah keluar seminggu sekali seperti haid. Tapi lama-lama makin sering,” seru Nursaniah, guru madrasah di sebuah desa kecil Tapanuli Selatan, Sumatra Utara itu.

Bacaan Lainnya

Rasa khawatir membawanya ke dokter spesialis kandungan di Padangsidimpuan, tiga bulan setelah gejala pertama muncul. Dari hasil pemeriksaan awal, ditemukan adanya tumor di mulut rahim. Sampel darahnya dikirim ke Kota Medan, seminggu kemudian ia divonis kanker serviks stadium 2A.

“Saya gemetar mendengarnya waktu itu, saya pikir akan mati. Tapi saya langsung ingat anak. Dulu saya pernah berjanji, hanya pendidikanlah yang bisa saya wariskan,” ucap guru Akidah Ahlak itu.

Program JKN bisa dimanfaatkan setiap penduduk Indonesia. (afi)

Seperti para orangtua Batak lainnya, Nursaniah punya mimpi menyekolahkan anak-anaknya sampai perguruan tinggi. Saat vonis diberikan, tiga anaknya masih kuliah dan dua sekolah menengah.

“Kalau tak ada BPJS, pendidikan mereka mungkin akan dikorbankan. Beberapa harus ada yang mengalah,” tuturnya.

Seluruh pengobatan kanker serviks akan ditanggung BPJS. Kabar itu pun memberi harapan baru, Nursaniah merajut kembali semangatnya. Ia dirujuk ke RSUP Adam Malik di Kota Medan dengan perjalanan darat dan jarak tempuh 10-15 jam.

Sesampainya di Medan, Nursaniah harus menghadapi antrean panjang pasien dari berbagai daerah. Ia menunggu selama satu bulan sebelum mendapat jadwal operasi. Namun, saat pemeriksaan ulang menjelang operasi, kondisinya telah memburuk, kankernya naik satu tingkat menjadi stadium 2B. Operasi tidak lagi memungkinkan.

Anak keempat Nursaniah saat memberikan pendidikan kesehatan kepada orangtua pasien di RSUP Adam Malik Medan. (afi)

Saat itu, RSUP Adam Malik Medan memang mencatat jumlah kunjungan pasien kanker tertinggi. Rata-rata pasien kanker mencapai 67.798 per tahun selama 2019–2024, jauh di atas layanan jantung dan stroke.

“Selama pengobatan, saya menjalani puluhan sesi penyinaran dan kemoterapi. Total biayanya bisa mencapai ratusan juta rupiah. Kalau tidak karena BPJS, dari mana saya bisa bayar semua itu?” tanya Nursaniah.

Ia bersyukur telah diberi kesempatan kedua, sekaligus menyadari pentingnya hidup sehat dan arti kehadiran negara. Karena merasakan langsung, Nursaniah terus menyuarakan pentingnya jaminan kesehatan kepada keluarga dan tetangganya.

“Masyarakat masih menganggap BPJS Kesehatan tidak penting, banyak yang mengira BPJS hanya untuk orang tidak mampu. Padahal, program ini diberikan untuk semua warga negara. Saya akan terus aktif sebagai peserta BPJS, meski kelak tak lagi menggunakannya,” katanya mantap.

Program JKN tak hanya bagi masyarakat tidak mampu, melainkan setiap penduduk Indonesia. Tidak peduli dari latar belakang apa. Sebab saat di rumah sakit, tidak ada lagi batas si kaya dan si miskin, melainkan sesama manusia yang ingin sehat.

Enam tahun berlalu, Nursaniah masih harus kontrol setiap tiga bulan, enam bulan dan setahun sekali hingga 2026. Tapi ia tak lagi sendirian. Kini ia ditemani anaknya yang sedang co-assistance di rumah sakit tempat dulu ibunya berjuang.

“Alhamdulillah, saya ditemani anak keempat. Anak yang dulu saya perjuangkan agar terus bisa sekolah. Semuanya berkat kartu kecil bernama BPJS Kesehatan,” pungkasnya.

Baca juga: Tunggakan Iuran Wajib ASN Pamekasan ke BPJS Sejak 2021-2024 Capai Rp7,7 Miliar

Kanker Serviks: Ancaman Nyata Mengintai Perempuan Indonesia
Dosen Kedokteran Universitas Malikussaleh, Husni Fansury Nasution menjelaskan, kanker serviks masih menjadi ancaman serius bagi kesehatan perempuan Indonesia. Menurut data WHO 2022, kanker serviks menjadi kanker keempat paling umum di dunia dengan 660.000 kasus baru dan 350.000 kematian setiap tahunnya.

“Di Indonesia, penyakit ini bahkan menempati peringkat ketiga penyebab kematian tertinggi setelah stroke dan penyakit jantung. Lebih dari 15.000 kasus baru muncul setiap tahunnya. Sayangnya, sebagian besar baru terdeteksi pada stadium lanjut, sehingga peluang kesembuhan menurun drastis,” ungkap Husni, sapaannya.

Selain menyebabkan kematian, kanker serviks juga menimbulkan morbiditas berupa nyeri hebat, komplikasi seperti gagal ginjal dan menurunnya kualitas hidup. Kanker ini juga bisa menghancurkan keuangan keluarga, merusak keharmonisan rumah tangga, bahkan mengganggu aktivitas seksual.

Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ali Ghufron Mukti melaporkan, beban pembiayaan kanker terus meningkat setiap tahunnya. Tahun 2025, klaim pengobatan kanker diperkirakan menembus angka Rp37 triliun.

Angka ini menjadi cermin mahalnya biaya pengobatan penderita kanker jika tak ditopang JKN. Studi ASEAN Cost in Oncology (ACTION) menemukan, hampir 50 persen pasien kanker mengalami kebangkrutan setelah 12 bulan menjalani pengobatan. Laporan Bank Dunia juga mencatat, pengeluaran langsung masyarakat untuk layanan kesehatan di Indonesia sebesar 34,76 persen. Padahal WHO merekomendasikan batas ideal sebesar 20 persen.

“Kabar baiknya, per 1 April 2025, lebih dari 279,6 juta penduduk Indonesia (98,13 persen) telah terlindungi program JKN. Dengan strategi komprehensif dan kolaborasi lintas sektor, kita menargetkan eliminasi kanker serviks dan pengendalian kanker secara luas,” terang Ghufron, dikutip dari website resmi BPJS Kesehatan.


Semangat Kolektif Eliminasi Kanker Serviks
Pencegahan menjadi kunci utama dalam mengurangi beban kanker serviks. Sejak tahun 2024, pemerintah memperkuat komitmennya dalam deteksi dini dan pencegahan penyakit. Melalui dua program skrining kesehatan gratis yang bisa diakses seluruh masyarakat.

Pertama, melalui dukungan BPJS Kesehatan, masyarakat dapat menjalani skrining gratis untuk 14 jenis penyakit di Puskesmas. Di antaranya diabetes melitus, hipertensi, stroke, jantung, kanker serviks dan TBC.

Kedua, skrining kesehatan gratis berdasarkan usia. Program ini sebagai kado dari negara bagi rakyat yang ulang tahun. Program ini bersifat inklusif dan menyasar deteksi dini berdasarkan kelompok usia dan faktor risiko tertentu.

Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin mengatakan, Kementerian Kesehatan terus mempercepat langkah besar mengeliminasi kanker serviks. Ia menyoroti kesadaran deteksi dini yang masih rendah.

“Kanker serviks adalah penyakit yang bisa dicegah, dikendalikan, bahkan dieliminasi dari Indonesia. Kalau dideteksi sejak dini, peluang sembuhnya sangat tinggi. Tapi masih banyak perempuan takut skrining, karena stigma dan kurangnya informasi,” ujarnya, dalam Global Cervical Cancer Elimination Forum 2025.

Pemerintah menghadirkan tiga langkah kunci: edukasi menyeluruh, percepatan vaksinasi HPV dan perluasan layanan deteksi dini. Sejak Agustus 2023, program vaksinasi HPV nasional telah diluncurkan gratis. Hingga pertengahan 2025, lebih dari lima juta anak perempuan telah menerima vaksin.

“Pemerintah juga menggandeng Biofarma memastikan ketersediaan vaksin jangka panjang. Begitu juga inovasi skrining mandiri, para perempuan diharapkan bisa melakukan deteksi dini dari rumah. Khususnya di daerah terpencil yang minim layanan kesehatan,” papar mantan Direktur Utama PT Inalum (Persero) tersebut.

Senada, Wakil Menteri Kesehatan RI, Prof. Dante Saksono Harbuwono menegaskan, pemerintah tak tinggal diam menghadapi ancaman kanker serviks yang terus membayangi perempuan Indonesia. Karena itu, pemerintah menempatkan penanganan kanker sebagai prioritas nasional yang menyentuh semua lini. Mulai dari pendidikan, layanan primer, hingga dukungan psikososial.

“Tanpa tindakan cepat dan tepat, kanker serviks bisa melonjak hingga 70 persen pada tahun 2050,” tandas Guru Besar Bidang Ilmu Penyakit Dalam tersebut.

Kisah Nursaniah hanyalah satu contoh kecil yang membuktikan bahwa program JKN bukan sekadar jaminan kesehatan. Program JKN adalah jembatan harapan, penyelamat perempuan dan penjaga masa depan. JKN, dari kita untuk semua. (afi/rhd)

Pos terkait