Malang, SERU.co.id – Meski sosok Adelio Delta baru menginjak usia 15 tahun, namun berpengalaman sebagai ahli perancang kembang api. Bahkan, ia sukses merancang penampilan kembang api Porprov IX Jatim di Stadion Gajayana, Kota Malang.
Fireworks Pyrotechnician atau Ahli Perancang Kembang Api, Adelio Delta mengungkapkan, dirinya menjadi perancang kembang api sejak usia 12 tahun. Bahkan di tahun 2024 kemarin, sudah merancang pertunjukan kembang api untuk penutupan PON di Aceh.
“Tepat setelah penyalaan obor oleh perwakilan atlet Kota Malang, muncul ledakan 5.800 kembang api di udara menyemarakkan Porprov IX Jatim. Efeknya berbentuk bunga, bintang dan pola lainnya berwarna-warni,” seru Lio, sapaan akrabnya, Selasa (8/7/2025).
Lio mengakui, lebih rumit merancang kembang api pembukaan Porprov IX Jatim dibandingkan saat penutupan PON di Aceh. Pasalnya, pertunjukan kembang api juga disertai dengan iringan musik yang menunjukkan identitas daerah.
“Pesta kembang api kali ini sedikit berbeda dibandingkan yang pernah saya rancang sebelumnya. Pertunjukan ini diiringi musik bertemakan chants dari Aremania,” ungkapnya.
Saat penutupan PON tahun lalu, durasi kembang api memang lebih lama, mencapai enam menit. Meski demikian, prosesnya lebih mudah, karena tidak menyesuaikan dengan ritme lagu.
“Kalau untuk Porprov, ledakan kembang api wajib sesuai dengan ketukan lagu, jadi kami harus detail detik per detik. Ketika nada tinggi, ledakannya harus lebih besar dan saat temponya turun, ledakan juga ikut turun,” terangnya.
Banyaknya pepohonan di sekitar Stadion Gajayana juga menjadi tantangan tersendiri. Lio harus memastikan kembang api tidak menyambar pepohonan untuk menjaga keamanan.
“Ketika persiapan saya mengeceknya dengan menggunakan laser, kembang api tidak boleh mengarah ke pohon. Jadi ada yang dipasang sedikit miring,” ujarnya.
Siswa SMPN 1 Ponorogo itu menjelaskan, proses perancangan kembang api memakan waktu 12 hari. Rinciannya, 7 hari pengerjaan desain dan sisa waktu untuk memasang kembang api di Stadion Gajayana.
Remaja kelahiran Probolinggo itu mengisahkan, keahliannya dalam merancang kembang api berawal dari pekerjaan orang tuanya. Sang ayah merupakan pedagang yang memiliki gudang kembang api, membuatnya tidak asing dengan kembang api dan belajar secara otodidak.
“Dulu waktu masih SD, saya ikut bantu-bantu pasang kembang api. Di situ saya belajar dan melihat bagaimana bentuk kembang api dan polanya hingga timbul keinginan merangkai kembang api dengan barang bekas,” urai Lio.
Keahlian itu terus diasah hingga akhirnya pada usia 12 tahun, mulai menjadi perancang kembang api profesional. Lio pun menjadi perancang kembang api termuda di Indonesia.
“Saya juga mengambil referensi luar negeri dari Inggris, Italia dan dari pusat kembang api di Malta. Harapan saya ke depannya, bisa mengambil pendidikan di bidang tersebut di Australia,” tandasnya. (bas/rhd)