Pemerintah Tangguhkan Tambang Nikel di Raja Ampat dan Dorong Ekowisata Berkelanjutan

Pemerintah Tangguhkan Tambang Nikel di Raja Ampat dan Dorong Ekowisata Berkelanjutan
Kondisi tambang nikel dekat destinasi wisata Raja Ampat. (ist Instagram @Greenpeaceid)

Jakarta, SERU.co.id – Ketegangan antara kepentingan ekonomi dan kelestarian alam kembali mencuat di Raja Ampat. Pemerintah melalui Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menekan rem atas aktivitas tambang nikel dan Menteri Pariwisata memperkuat komitmen menjaga Raja Ampat sebagai ikon pariwisata dunia. Di tengah sorotan publik dan desakan masyarakat adat, keduanya memilih penambangan dihentikan sementara dan arah pembangunan diarahkan pada keberlanjutan ekologis.

Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia mengonfirmasi, penghentian ini bersifat sementara hingga proses verifikasi lapangan rampung.

Bacaan Lainnya

“Kami ingin objektif. Untuk menghindari simpang siur, Dirjen Minerba telah memutuskan penghentian sementara operasional IUP PT Gag Nikel,” seru Bahlil, dikutip dari Detik, Jumat (6/6/2025).

Menurut Bahlil, meski lokasi tambang berada sekitar 30-40 kilometer dari destinasi wisata utama Raja Ampat seperti Pulau Piaynemo, dampak ekologis dari aktivitas tambang tetap perlu diawasi secara ketat.

Laporan Greenpeace Indonesia menyebutkan, eksploitasi di Pulau Gag, Pulau Kawe dan Pulau Manuran telah membabat lebih dari 500 hektare hutan dan menyebabkan sedimentasi di perairan pesisir. Situasi ini dinilai mengancam ekosistem terumbu karang yang menjadi daya tarik utama Raja Ampat.

Menanggapi ancaman tersebut, Kementerian Pariwisata (Kemenpar) menunjukkan sikap tegas dengan mengumumkan tiga langkah strategis. Demi menyelamatkan ekosistem Raja Ampat dari ancaman industri ekstraktif. Menteri Pariwisata, Widiyanti Putri Wardhana menekankan, pentingnya menyeimbangkan antara kepentingan ekonomi dan ekologi dalam pembangunan pariwisata.

“Kita ingin pembangunan, termasuk pariwisata, berjalan seimbang. Ekologi, teritori sosial dan skala ekonomi harus dijaga bersama,” ujarnya.

Langkah pertama dilakukan dengan kunjungan langsung ke Raja Ampat pada 28 Mei–1 Juni 2025 bersama Komisi VII DPR RI. Dalam kunjungan tersebut, masyarakat adat menyuarakan penolakan terhadap pemberian izin tambang baru.

“Masyarakat menyatakan dengan tegas bahwa identitas Raja Ampat harus dipertahankan sebagai kawasan pariwisata, bukan industri,” tegas Widiyanti.

Langkah kedua adalah pertemuan dengan Gubernur Papua Barat Daya, Elisa Kambu, pada 4 Juni 2025. Kemenpar dan Pemerintah Daerah menyepakati komitmen untuk mempertahankan status Raja Ampat sebagai kawasan konservasi laut, geopark UNESCO dan destinasi unggulan pariwisata Indonesia.

“Tidak ada ruang kompromi dengan aktivitas pertambangan. Langkah ketiga, Kemenpar menggelar rapat koordinasi bersama Dewan Ekonomi Nasional (DEN) pada 5 Juni 2025. Fokus utama adalah mendorong Raja Ampat menjadi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) berbasis quality tourism dan investasi hijau,” tegas Widiyanti. (aan/mzm)

disclaimer

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *