Jakarta, SERU.co.id – Dua stasiun televisi, RCTI dan iNews mengajukan uji materi Undang-Undang Penyiaran ke Mahkamah Konstitusi. Mereka mengajukan UU Penyiaran Pasal 1 ayat 2 UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran ambigu dan menyebabkan ketidakpastian hukum untuk diuji materi dan memasukkan penyedia layanan siaran menggunakan internet diatur di dalamnya.
Gugatan ini terkait dengan siaran menggunakan internet yang mereka khawatirkan akan melanggar UUD 1945 dan Pancasila sebagai landasan hidup negara. Siaran menggunakan internet atau layanan Over the Top (OTT) yang dimaksud adalah seperti Youtube, Instagram, hingga Netflix.
Permohonan uji materi yang mereka ajukan mendapatkan komentar beragam dari warga net hingga menjadi trending di media sosial. Beberapa menduga jika nantinya permohonan dikabulkan, masyarakat tidak akan bisa melakukan siaran langsung di media sosial.
Hal tersebut dibantah Corporate Legal Director MNC Group Christophorus Taufik. Ia menjelaskan, permohonan uji materi ini dilatarbelakangi atas keinginan melahirkan perlakuan dan perlindungan yang setara.
“Itu tidak benar. Permohonan uji materi RCTI dan iNews tersebut justru dilatarbelakangi keinginan untuk melahirkan perlakuan dan perlindungan yang setara antara anak-anak bangsa dengan sahabat-sahabat YouTuber dan Selebgram dari berbagai belahan dunia dan mendorong mereka untuk tumbuh, meningkatkan kesejahteraan mereka dan berkembang dalam tataran kekinian,” seru Chris.
Ia menegaskan, tidak ada sedikit pun tersirat maupun tersurat dalam gugatan, untuk mematikan kreativitas para pelaku dunia kreatif di Youtube, Instagram, maupun yang lainnya. Lebih lanjut, ia menambahkan, RCTI dan iNews mendorong adanya sinergi UU Penyiaran dengan UU lain seperti UU Telekomunikasi dan ITE.
Sementara itu, pihak Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mengatakan, jika permohonan UU Penyiaran dikabulkan, masyarakat tidak bisa bebas lagi melakukan siaran langsung di media sosial karena dibatasi oleh izin.
“Artinya, kami harus menutup mereka kalau mereka tidak mengajukan izin,” ujar Dirjen Penyelenggara Pos dan Infromatika (PPI) Kominfo, Ahmad M Ramli dikutip ari Antara.
Ramli menyebut, perluasan definisi penyiaran akan mengklasifikasikan kegiatan seperti Instagram Live, Facebook Live, Youtube Live, dll. Selanjutnya, jika terdapat individual atau badan usaha yang melakukan siaran langsung tanpa ijin, maka dapat dikategorikan sebagai pelanggaran pidana.
Ia mengakui kemajuan teknologi yang sangat cepat memungkinkan adanya konvergensi antara telekomunikasi dan media penyiaran. Ramli mengatakan jika penyiaran menggunakan internet digolongkan sebagai penyiaran, ini akan mengubah tatanan industri penyiaran dan mengubah keseluruhan UU Penyiaran. (hma/rhd)