Malang, SERU.co.id – Pakar UMM mengungkapkan, pentingnya sertifikasi halal bukan sekadar kewajiban. Ada banyak manfaat dan dampak, salah satunya wujud perlindungan kepada konsumen dan meningkatkan kualitas produk.
Ketua Pusat Studi Penelitian dan Pengembangan Produk Halal (PSP3-Halal) UMM, Prof Dr Ir Elfi Anis Saati menyoroti urgensi memiliki sertifikasi halal. Pasalnya, seluruh produk makanan dan minuman wajib memiliki sertifikat halal mulai Oktober 2026 mendatang.
“Sertifikasi halal tidak hanya sebagai kewajiban religius. Tetapi juga sebagai bentuk perlindungan konsumen dan peningkatan kualitas produk,” seru Elfi, Kamis (8/5/2025).
Elfi menjelaskan, konsep halal dan thayyib merupakan syarat konsumsi bagi umat Muslim. Akan tetapi, hal tersebut juga mendatangkan manfaat universal bagi semua orang.
“Dalam makanan yang halal dan baik (thayyib), selain makanan aman, bergizi, membuat nyaman, terdapat sumber ketenangan jiwa. Karena terbebas dari dosa dunia maupun akhirat serta berdampak positif bagi kesehatan,” ungkapnya.
Pakar UMM itu menjabarkan, manfaat sertifikasi halal bagi peningkatan kualitas produk makanan dan minuman yang beredar. Dengan adanya sertifikasi halal, para pelaku usaha harus menghasilkan produk yang terjamin kehalalannya sepanjang proses produksi.
“Produk halal harus bebas dari unsur najis dan haram, baik dari segi bahan, proses pengolahan, maupun alat yang digunakan. Halal adalah wujud kejujuran dan tanggung jawab dalam setiap lini produksi, dengan tujuan akhir menenangkan jiwa dan menjamin keamanan konsumsi,” bebernya.
Baca Juga : Dukung Event Kuliner Madyopuro Mangano, Wali Kota Malang Siap Fasilitasi Sertifikasi Halal
Selain itu, perlu berbagai upaya penguatan ekosistem halal nasional, agar berdampak bagi sektor sosial ekonomi masyarakat. Upaya ini dilakukan mulai dari pemanfaatan bahan baku lokal hingga promosi produk dalam negeri.
“Halal bukan hanya persoalan religius, tetapi juga berdampak pada sektor ekonomi dan sosial. Jika digerakkan secara sistematis, sertifikasi halal mampu mendorong pemberdayaan masyarakat, mengurangi angka pengangguran dan memperkuat kemandirian bangsa,” paparnya.
Pemerintah telah mendorong proses sertifikasi halal untuk menjamin perlindungan bagi konsumen muslim. Ketentuannya telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH).
“Sertifikasi halal merupakan jaminan bahwa produk yang dikonsumsi masyarakat telah memenuhi standar kehalalan. Sertifikat halal dikeluarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH),” jelasnya.
Negara memiliki peran penting dalam menjamin perlindungan konsumen muslim melalui sistem sertifikasi halal yang terstruktur dan terpercaya. Standar halal nasional juga mengacu pada standar global, seperti HAS 23000.
“Produk yang telah tersertifikasi halal terbukti lebih unggul dalam aspek higienitas, kandungan gizi, serta menjaga kualitas secara berkelanjutan. Hal ini mempermudah proses distribusi, baik di pasar domestik maupun ekspor,” kata Elfi.
Pakar UMM itu menjelaskan, terdapat jalur sertifikasi halal reguler bagi perusahaan besar, rumah makan, hotel dan lembaga layanan publik lainnya. Ada juga jalur self-declare ditujukan bagi pelaku UMKM yang produknya tidak memiliki titik kritis tinggi, seperti penggunaan daging atau alkohol.
Baca Juga : Optimisme Konsumen Malang Tetap Tinggi Meski Sedikit Terkoreksi
“Setiap tahapan, mulai dari pendaftaran melalui sistem SiHalal, audit oleh auditor halal, hingga sidang Komisi Fatwa, dilakukan secara teliti. Khusus jalur self-declare, proses pendaftaran dan audit didampingi oleh Pendamping Proses Produk Halal (PPH),” jelasnya.
Ia menambahkan, BPJPH juga mewajibkan pelaku usaha melakukan pelaporan secara berkala setiap enam bulan. Pelaporan ini untuk memastikan standar halal tetap diterapkan secara konsisten, terutama jika terdapat perubahan bahan baku atau proses produksi. (ws13/rhd)