Warga Blimbing Tolak Pembangunan Mega Proyek Hotel Apartemen Tanrise Property Setinggi 197 Meter

Warga Blimbing yang tergabung dalam Warpel menolak mega proyek pembangunan hotel dan apartemen. (ws13) - Warga Blimbing Tolak Pembangunan Mega Proyek Hotel Apartemen Tanrise Property Setinggi 197 Meter
Warga Blimbing yang tergabung dalam Warpel menolak mega proyek pembangunan hotel dan apartemen. (ws13)

Malang, SERU.co.id – Warga Kelurahan Blimbing yang tergabung dalam Warpel (Warga Peduli Lingkungan) mendeklarasikan penolakan terhadap mega proyek PT Tanrise Property Indonesia. Perusahan pengembang ternama itu berencana membangun mega proyek berupa dua apartemen dan satu hotel setinggi 197 meter.

Juru Bicara Posko Warpel, Centya WM mengungkapkan, penolakan tersebut bukan tanpa alasan. Warga yang menolak mengkhawatirkan dampak pembangunan terhadap kondisi lingkungan sekitar.

Bacaan Lainnya

“Seberapapun tingginya mega proyek PT Tanrise Property Indonesia, kami tetap menolak. Kami merasa resah dengan rencana pembangunan proyek tersebut, karena bisa mengganggu dan merusak lingkungan,” seru Centya, dalam deklarasi penolakan di Posko Warpel Jl Candi Kalasan III, Minggu (27/4/2025).

Keresahan tersebut didasari oleh rekam jejak PT Tanrise Property Indonesia yang dinilai kelam. Centya menyebutkan, contoh proyek pembangunan apartemen oleh perusahaan tersebut di kawasan Panjang Jiwo Surabaya merugikan warga sekitar.

“Dampaknya sudah dirasakan warga di Surabaya dan tidak ada kejelasan pertanggungjawaban. Ada yang tanahnya ambles, banyak rumah warga yang retak-retak akibat pembangunan Apartemen Tanrise dan polusi debu dimana-mana,” bebernya.

Centya juga mengkhawatirkan, mega proyek tersebut akan mengganggu aktivitas belajar mengajar di sekolah. Karena lokasi proyek seluas 12.172 m² itu membentang dari lahan sebelah barat gedung Telkom sampai ke Jalan Candi Kalasan, berdampingan dengan SDN 3 Blimbing.

Wanita paruh baya itu menuturkan, rencana pembangunan itu tidak memperhatikan hak-hak warga yang dilindungi oleh hukum. Ia juga menolak terbitnya AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Malang.

“Menolak dengan tegas rencana pembangunan yang akan merusak ruang hidup kami secara keseluruhan. Menolak terbitnya perizinan AMDAL oleh Pemkot Malang sebagai perwujudan kepedulian dan keberpihakan pada warga masyarakat terdampak,” ucapnya membacakan poin penolakan.

Dengan penolakan ini, ia berharap Pemkot Malang turun untuk menjembatani antara warga dengan pihak pengembang. Menurutnya, perlu dilakukan audiensi antar pihak, agar tidak menimbulkan kesalahpahaman serta mengatasi adanya tekanan psikologis.

“Setelah kami mendengar rencana pembangunan tersebut pada pertengahan Maret, kami resah tidak bisa tidur. Antar warga saling adu dan tidak ada kerukunan lagi, karena ada kecurigaan,” imbuhnya.

Pihaknya menyayangkan sikap perusahaan pengembang yang dianggap kurang melakukan komunikasi kepada warga. Apalagi dalam pertemuan yang sempat dilakukan, tidak semua warga terlibat dan hanya perwakilan saja.

“Kami mengharapkan ada komunikasi yang jelas di tempat yang netral. Sampai saat ini, sudah ada 80 orang terlampir dalam Warpel yang menolak mega proyek tersebut,” katanya.

Centya menegaskan, apabila PT Tanrise Property Indonesia menganggap proyek tersebut positif, perlu memperhatikan regulasi yang berlaku. Baik dari sisi Perda, Undang-undang Lingkungan Hidup dan Undang-undang Permukiman.

“Penuhi hak-hak warga sini, karena di dalam regulasi kan mengcover semua kepentingan warga terdampak. Ini bukan soal masalah anggaran, tapi sejak tahun 1970-an di sini begitu tenang dan baru kali ini muncul masalah,” pungkasnya.

Lahan yang rencananya akan dibangun hotel dan apartemen oleh PT Tanrise Property Indonesia. (ws13)

Terakhir ia menyoroti hak gugat warga untuk mendapatkan perlindungan, serta hak berserikat untuk menyampaikan pendapat. Hal tersebut sebagaimana ada dalam regulasi.

Sementara itu, Ketua RW 10 Kelurahan Blimbing, Rahmadani mengaku, kaget saat pertama kali mengetahui rencana pembangunan apartemen dan hotel. Ia pun membenarkan sempat ada pertemuan antara PT Tanrise Property Indonesia dengan sejumlah warga.

“PT Tanrise Property Indonesia menyampaikan undangan konsultasi publik AMDAL bulan Maret 2025 untuk warga terdampak. Kami sempat tegur perusahaan tersebut selaku pemilik tanah, karena sebelumnya tidak pernah kulonuwun ke kami,” ujarnya.

Rahmadani mengungkapkan, mayoritas warga usai berdiskusi menyatakan menolak mega proyek pembangunan apartemen dan hotel itu. Penolakan dilandasi oleh potensi kerusakan lingkungan dan kini pihaknya tengah menunggu perkembangan informasi dari perusahaan. (ws13/rhd)

Pos terkait