Batu, SERU.co.id – Kota Batu tidak hanya sekedar memiliki potensi wisata alam maupun buatan saja, tetapi juga wisata kebugaran yang lazim disebut Wellness Tourism. Wisata jenis ini ternyata menjadi salah satu kebutuhan bagi mereka yang membutuhkan wisata sekaligus penyegaran bagi tubuh, pikiran dan mental.
Pegiat wisata Wellness Tourism dari Kota Batu, Anggara Jaya Wardhana kepada SERU.co.id mengatakan, dirinya telah menggagas Wellness Tourism ini selama 2 (dua) tahun. Wellness Tourism tumbuh seiring dengan kondisi ekonomi makro yang membuat banyak orang khususnya pebisnis mengalami stress. Karena belum adanya solusi yang bisa menyelesaikan masalah tersebut, maka pebisnis tersebut sebenarnya membutuhkan Wellness Tourism.
“Kota Batu sendiri sebagai Kota Wisata yang terkenal dengan wisata buatannya. Padahal kalau kita tarik mundur ke belakang, sebenarnya Batu itu disetting sebagai Agro Tourism yang kalau secara konsepnya itu harusnya lebih dekat sama Nature atau alam,” seru Angga sapaannya.
Master trainer di Kaliwatu Grup indonesia itu mengungkapkan, Kota Batu sangat memungkinkan untuk bisa di “Push” sebagai daerah tujuan wisata Wellness Tourism yang sebenarnya adalah program wisata healing. Kota berjuluk “Kota apel” yang identik dengan suasana nyaman, sunyi, tenang, dan berdampingan dengan alam.
“Wellness Tourism ini sebenarnya gabungan dari beberapa metode penyembuhan healing terapy yang menggabungkan tiga aktivitas, yakni olah raga, olah rasa dan olah rasio,” tutur Anggara yang juga merupakan HR Corporate Training Partner.
Lebih lanjut dijelaskan, kegiatan yang berkaitan dengan olahraga bisa diwujudkan dengan kegiatan Yoga. Sementara untuk olahrasa, diwujudkan dengan kegiatan meditasi. Sedangkan untuk olah rasionya, itu bisa diwujudkan dengan program-program yang sifatnya diskusi.
“Lebih tepatnya itu lebih mengarah ke bagaimana healing secara psikologis itu bisa dilakukan,” terangnya.
Saat ditanya tentang pangsa pasar Wellness Tourism, menurut Anggara, kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya dan lainnya merupakan sasaran besarnya. Sementara saat ini belum banyak provider bisa menghandle kebutuhan Wellness Tourism tersebut. Menurutnya, sudah banyak wisatawan yang mencoba menjalankan Wellness Tourism namun tanpa adanya pendampingan atau tidak terorganize.
“Konsepnya mereka mau healing tapi masih disibukkan dengan mikir nyari tempatnya, kegiatannya seperti apa, jadinya bukan healing malah jadi pusing,” imbuh pria yang juga seorang experiential Learning specialist Designer.
Anggara menambahkan, untuk bisa mengikuti Wellness Tourism ini memang harus merogoh kocek yang tidak sedikit. Pasalnya program Wellness Tourism ini juga dihubungkan dengan medical check up. Sehingga akan ada asesmen diawal untuk mengetahui penyebab stres yang dirasakan.
“Nanti kita akan hadirkan juga tim-tim yang memang kompetensi bidangnya seperti Psikolog, jadi masing-masing orang nanti akan dapat treatment yang berbeda-beda sesuai dengan kebutuhannya masing-masing,” tambahnya lagi.
Terakhir, manfaat yang bisa diterima oleh wisatawan yang khusus mengambil Wellness Tourism ini, selain akan mendapatkan Healing, juga dapat memantau kesehatannya masing-masing.
“Mereka juga nanti akan mendapatkan saran dari ahlinya secara langsung untuk pola hidup sehat setelah wellness tourism itu dilaksanakan,” tutupnya. (dik/mzm)