Jakarta, SERU.co.id – Puluhan bus Korps Brimob Polri terlihat memadati Kompleks Parlemen Senayan sejak pagi hari. Ribuan personel dikerahkan untuk menjaga rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang hari ini resmi mengesahkan Revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI). Padahal penolakan keras datang dari masyarakat sipil dan kalangan akademisi.
Terlihat iring-iringan kendaraan taktis, termasuk mobil water cannon, masuk melalui Gerbang Pancasila sejak pukul 06.00. Sementara itu, kelompok sipil penolak revisi UU TNI yang telah bertahan semalam dengan mendirikan tenda tetap melanjutkan aksi meski aparat semakin massif.
Di ruang paripurna Gedung Nusantara II, tepat pukul 09.30, DPR RI resmi mengesahkan RUU TNI menjadi Undang-Undang. Keputusan itu didapat setelah seluruh fraksi partai di DPR menyepakati rancangan UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI itu dibawa ke tingkat II. Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Dave Laksono mengonfirmasi langsung keputusan tersebut.
“Akan disahkan Kamis. Naskah setelah paripurna,” seru Dave, Kamis (20/3/2025).
Pakar hukum tata negara, Bivitri Susanti menyoroti, tajam proses legislasi yang dinilainya tidak transparan.
Baca juga: RUU TNI Resmi Disahkan DPR, Ini Sejumlah Perubahannya
“Proses legislasinya cacat. Draf RUU bahkan tidak tersedia secara terbuka hingga menjelang paripurna,” tegas Bivitri.
Ia mempertanyakan mengapa draf UU, yang seharusnya menjadi dokumen publik, justru diperlakukan layaknya dokumen rahasia negara.
“RUU ini bukan strategi pertahanan. Ini undang-undang, yang menyangkut hajat hidup warga sipil juga,” kritiknya.
Baca juga: Pelaku Aksi Penggerudukan Rapat Tertutup RUU TNI Dilaporkan Satpam Hotel ke Polisi
Beberapa pasal dalam RUU TNI yang disahkan memunculkan kekhawatiran akan semakin dominannya peran militer dalam ranah sipil. Di antaranya:
- Perluasan Jabatan Sipil untuk TNI Aktif.
Pasal 47 membuka peluang prajurit aktif menduduki 14 instansi sipil. Termasuk Kejaksaan Agung, Badan Penanggulangan Terorisme, hingga Badan Nasional Pengelola Perbatasan. Sebelumnya hanya sembilan instansi yang diperbolehkan. - Tambahan Wewenang Operasi Militer Selain Perang (OMSP).
TNI kini berwenang melakukan penanganan siber serta perlindungan WNI di luar negeri. Ini dikhawatirkan menjadi dalih intervensi militer dalam isu non-kombatan yang semestinya ditangani otoritas sipil. - Tambahan Usia Pensiun Prajurit.
Usia pensiun prajurit ditingkatkan hingga 63 tahun untuk jenderal, dengan kemungkinan perpanjangan dua kali dalam setahun atas keputusan presiden. Ini dinilai memperpanjang dominasi elite militer tanpa regenerasi yang sehat. - Rekrutmen Perwira Pensiunan sebagai Komponen Cadangan. RUU juga memungkinkan pensiunan TNI direkrut kembali sebagai perwira Komcad, memperkuat bayang-bayang militer dalam agenda mobilisasi nasional. (aan/mzm)