Film “Putri Nareswari Kembang Panawijen”, Angkat Berdirinya Kerajaan Singhasari

Beberapa pemain film Putri Nareswari Kembang Panawijen.
Beberapa pemain film Putri Nareswari Kembang Panawijen. (rhd)

• Dimainkan 95 persen Gnaro Ngalam

Malang, SERU.co.id – Mengusung kearifan lokal, beberapa budayawan mencoba mengangkat cerita sejarah berdirinya Kerajaan Singhasari ke dalam film seri. Serial film roman “Putri Nareswari, Kembang Panawijen” ini diawali dari desa Panawijen (Polowijen), kawasan cikal bakal Kerajaan Singhasari.

Bacaan Lainnya

Para pemeran didominasi 95% asli Gnaro Ngalam, dimana sebagian besar merupakan budayawan, pelaku seni, dan generasi muda. Sisanya sekitar 5% nya dari beberapa seniman luar kota, seperti Jogja, yang ikut berkontribusi dalam penggarapan serial ini. Mereka bakal berpartisipasi dalam 15 episode.

“Masing-masing episode nanti berdurasi sekitar 45 menit. Yang pertama ini kita garap 15 episode. Proses waktu 3 episode memakan waktu 10 hari. kalau 15 episode kira-kira 1 bulanan akan segera rampung semuanya,” terang sutradara, Suhardi, sekaligus penulis naskah cerita, kepada SERU.co.id

Rencananya, film 15 episode ini akan disiarkan di beberapa TV lokal Malang, seperti Dhamma TV, dan TV lainnya. Namun tak menutup kemungkinan akan diangkat ke beberapa festival film nasional dan internasional.

Disebutkan Pimpinan Rumah Produksi Visual Artis Sinema (VAS) ini, tujuan dari serial film ini untuk mengingatkan kembali bahwa Malang ini adalah cikal bakal NKRI. Dimana beberapa kerajaan besar di Indonesia berasal dari tanah Jawa, khususnya Malang.

Tasyakuran memeti sebelum shooting film.
Tasyakuran memeti sebelum shooting film. (rhd)

“Seperti pesan Bung Karno tentang Jas Merah, jangan pernah melupakan sejarah. Kalau generasi muda tidak tahu sejarah ini, maka kita pasti yang disalahkan. Jadi ini adalah salah satu bentuk tanggung jawab moral kita. Untuk itu, cerita ini menitikberatkan pada literasi dan edukasi,” imbuh Ki Hardi, sapaan akrabnya.

Tak hanya di Kampung Dolanan Polowijen yang memiliki latar kampung tempo dulu, beberapa lokasi shooting lain yang bakal digunakan, di antaranya Gunung Kawi, Lembah Tumpang, Museum Panji, Coban Jahe dan tempat bersejarah lainnya.

Dikisahkan Ki Hardi, dari desa Panawijen inilah dulunya hidup seorang Mpu Purwa yang memiliki anak bernama Ken Dedes. Ken Dedes dijuluki sebagai Putri Nareswari, lantaran dibagian kewanitaannya memiliki keistimewaan, yaitu mengeluarkan cahaya. Dimaknai bahwa Putri Ken Dedes merupakan seorang Nareswari yang kelak rahimnya akan melahirkan para raja penguasa Tanah Jawa.

“Ken Dedes inilah yang kemudian menjadi kunci sejarah berdirinya Kerajaan Singhasari,” jelas Ki Hardi.

Diingatkannya kembali, dari Malang inilah merupakan cikal bakal NKRI. Karena dari sekian banyak raja, hanya Raja Singhasari, Prabu Kertanegara, yang memiliki cita-cita ingin menyatukan semua kerajaaan-kerajaan yang ada di nusantara, dibawah panji-panji Singhasari.

“Inilah yang kemudian dianggap sebagai awal berdirinya NKRI,” tandasnya.

Sementara itu, Wawali Kota Malang, Sofyan Edi Jarwoko, mengapresiasi itikad para pelaku seni budaya Malang ini. Tentunya hal yang membanggakan untuk Kota Malang. Dimana ide yang muncul untuk memberikan suguhan kepada masyarakat bagaimana sejarah itu ada, agar masyarakat dan anak-anak tahu dan tidak melupakan sejarah begitu saja.

“Saya sangat apresiasi, ditengah pandemi seperti ini, para seniman dan budayawan Malang masih mampu membuat sebuah karya yang luar biasa untuk membanggakan Kota Malang. Semoga ini pertanda bagus.  Melalui film ini, kita berharap Malang bisa lebih dikenal dan terangkat, baik dari sisi budaya, sejarah maupun ekonomi,” apresiasi Bung Edi, sapaan akrabnya. (rhd)

disclaimer

Pos terkait