Batu, SERU.co.id – Kasus Bullying masih menjadi kasus yang paling banyak ditangani oleh Psikolog, diatas kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) maupun kasus LGBT. Bullying ini juga menjadi salah satu kasus dengan tahapan penanganan/terapi yang relatif cukup lama.
Sayekti Pribadiningtyas, SPsi MPd (Psikolog) kepada SERU.co.id mengatakan, kasus bullying rawan terjadi mulai dari usia dini. Hal ini berakibat menjadikan anak minder dan introvert. Dampaknya bahkan bisa sampai si anak sudah memasuki usia kuliah.
“Saya masih menangani seorang Mahasiswa yang introvert sudah 3 tahun. Itu ternyata bermula dari tindakan bullying yang dialaminya semasa mengeyam pendidikan di SMP,” seru Nining sapaan akrabnya.
Menurut Sayekti, dalam penanganan terhadap korban bullying, biasanya Psikolog menggunakan terapi psikologis. Hal ini akan membantu si anak untuk dapat mengubah pola pikir dan perilaku yang negatif. Selain itu pasien korban bullying bisa diberikan terapi emosi untuk membantu mereka dapat mengelola dan mengungkapkan emosi. Terapi seni, musik dan olahraga juga bisa membantu anak mengembangkan keterampilan sosial dan mengurangi stresnya.
“Terapi relaksasi ini juga dapat membantu anak mengurangi stres dan kecemasan serta mengembangkan keterampilan sosialnya,” ungkapnya.
Penulis berbagai buku seputar keluarga ini juga mengingatkan kepada orang tua agar jeli melihat anaknya yang patut diduga mengalami bullying di lingkungannya. Menurut Sayekti, orang tua dapat mengenali perubahan perilaku yang ditunjukkan oleh anaknya, apakah menjadi lebih pendiam, atau sebaliknya menjadi lebih agresif.
“Kehilangan minat pada aktivitas yang sebelumnya disukainya, kesulitan tidur, kesulitan Makan dan mengalami perubahan fisik seperti penurunan berat badan atau lesu,” tuturnya.
Bila kemungkinan bullying terjadi di lingkungan sekolah, si anak juga bisa menunjukkan kemalasannya ketika waktunya masuk sekolah. Terkadang muncul berbagai alasan seperti merasa sakit, pusing atau berbagai alasan lainnya untuk tidak berangkat sekolah. Kecanduan Gadget, kini juga menjadi faktor lain anak untuk malas ke sekolah.
“Ini biasanya terjadi pada anak yang kurang mendapat perhatian dari orangtua, karena kesibukan orangtua, atau bisa juga karena orangtua yang sedang bermasalah, ” tutupnya. (dik/mzm)