Harga Cabai Rp110.000/kg, Diskopindag Kota Malang Siapkan Pola Antisipasi dan Intervensi

Kepala Diskopindag Kota Malang, Eko Sri Yuliadi, sedang menjelaskan kepada awak media. (ws12) - Harga Cabai Rp110.000/kg, Diskopindag Kota Malang Siapkan Pola Antisipasi dan Intervensi
Kepala Diskopindag Kota Malang, Eko Sri Yuliadi, sedang menjelaskan kepada awak media. (ws12)

Malang, SERU.co.id – Harga cabai melonjak tinggi mencapai Rp110.000 per kilogram, lantaran dipengaruhi tingginya permintaan, minimnya pasokan dan cuaca buruk yang menyebabkan gagal panen. Diskopindag Kota Malang merespons dengan menyiapkan pola antisipasi dan intervensi, mengusulkan urban farming dan pengurangan konsumsi cabai sebagai solusi sementara.

Kepala Diskopindag Kota Malang, Eko Sri Yuliadi menjelaskan, ketidakseimbangan suplai dan permintaan menjadi penyebab utama lonjakan harga cabai. Selain itu, cuaca buruk mengakibatkan gagal panen dan menyebabkan stok di pasaran kurang, sehingga harga semakin melambung.

Bacaan Lainnya

“Lebih tinggi demand memang dan kedua faktor cuaca juga memengaruhi. Maka, stoknya sedikit dan harga melambung tinggi,” seru Eko, Jumat (10/1/2025).

Eko menambahkan, pihaknya bersama TPID sedang memantau pergerakan harga selama beberapa hari ke depan. Jika kenaikan terus berlanjut, intervensi dan langkah antisipasi akan dilakukan untuk menstabilkan harga.

“Kita belum melakukan intervensi, kita pantau dulu. Nanti kalau dilihat masih terus tinggi, kita akan koordinasi dan melakukan langkah-langkah antisipasi,” ungkapnya.

Sebagai solusi sementara, Eko menyarankan, masyarakat mengganti konsumsi cabai dengan bahan lain atau mengurangi penggunaannya. Selain itu, solusi jangka panjang, Diskopindag mengajak masyarakat untuk menanam cabai di rumah dengan memanfaatkan konsep urban farming. Hal ini diharapkan, dapat mengurangi ketergantungan pada pasokan pasar dan membantu menstabilkan harga cabai.

Sementara itu, pemilik warung Mak Tiamah, Tiamah, merasakan dampak dari mahalnya harga cabai. Ia mengungkapkan, sebagian besar pelanggannya menyukai makanan pedas, sehingga sulit menyesuaikan dengan harga cabai yang terus melonjak.

“Kalau sambalnya kurang pedas, pelanggan sering tidak puas. Tapi, harga cabai yang tinggi membuat saya pusing,” kata Tiamah.

Meski menghadapi kesulitan, Tiamah tetap menyajikan sambal dengan takaran cabai yang lebih sedikit untuk menjaga kelangsungan usaha. Ia merasa cara ini adalah satu-satunya cara agar warungnya tetap bisa bertahan.

“Sekarang sambalnya kurang pedas, ya mau bagaimana lagi. Kalau pelanggan tidak suka, saya hanya bisa pasrah,” tutupnya.
(ws12/rhd)

Pos terkait