Pasuruan, SERU.co.id – Komoditas kopi di Indonesia menjadi penyumbang terbesar ekspor dan pendapatan secara nasional, lantaran kopi menjadi konsumsi masyarakat global dalam berbagai jenis produk. Salah satunya, kopi Arabika dari lereng Gunung Arjuna di ketinggian 1.500-an mdpl, mampu pasok kebutuhan ekspor kopi hingga 12 ton. Kopi tersebut dipasok oleh Kelompok Tani (Poktan) Sumber Makmur Abadi (Sumadi), Desa Jatiarjo, Kecamatan Prigen, Kabupaten Pasuruan, binaan Bank Indonesia Malang.
Ketua Kelompok Tani (Poktan) Sumber Makmur Abadi (Sumadi), Nur Hidayat menjelaskan, mereka memiliki kopi unggulan arabika single origin. Dimana ciri khas tastenya creamy, rasa buahnya kuat, berimbang, tak asam dan tak pahit. Sebagaimana rasa favorit yang disukai oleh orang-orang Eropa dan Asia.
“Orang luar negeri itu memang suka rasa yang soft dan berimbang. Permintaan pasar terbanyak kami saat ini dari Korea Selatan, Swiss, Perancis, China dan lainnya. Buyer Korea Selatan yang serius datang ke sini, lihat proses, membuat standar, dan memesan bisa sampai 1 ton sekali beli,” seru Nur, sapaannya saat ditemui SERU.co.id, di lereng Gunung Arjuno pada ketinggian 1.500 mdpl lebih.
Nur Hidayat mengungkapkan, keberhasilan mereka saat ini tak lepas dari campur tangan dan binaan Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPwBI) Malang sejak 2018. Dari pembinaan tersebut, Poktan Sumadi mendapatkan alat roasting kopi, mesin pulper (pengupas kulit kopi) 3 silinder dan membangun green house.
“Kami sangat terbantu untuk berkembang pesat setelah dibina dan mendapatkan bantuan dari Bank Indonesia Malang. Kami biasanya memproduksi 1 ton per tahun, namun setelah ada green house dan lainnya, bisa memproduksi sampai 12 ton per tahun untuk pasar luar negeri,” ungkap Nur.

Selain dampak pengembangan, Poktan Sumadi merasakan dampak ekonomi serta melimpahnya tenaga kerja dari masyarakat setempat dan sekitar. Melalui budidaya kopi Arabika Single Origin, Poktan Sumadi mampu merehabilitasi lahan hutan dengan 3 (tiga) prinsip. Yakni pengembangan ekonomi, keberlanjutan ekologi dan pengembangan sosial.
“Dampak ekonominya, dalam 1 hektar itu omset petani bisa sampai Rp200 juta. Rinciannya, Rp50 juta untuk operasional di masa tunggu setahun, sisanya Rp150 juta jadi simpanan. Sementara orang tua hingga pemuda tak bersekolah, dipastikan di desa kami ga ada yang menganggur, bahkan kami kekurangan tenaga kerja,” terangnya.
Dalam menjaga keberlanjutan hutan, Poktan Sumadi melakukan budidaya kopi secara agroforesti, yakni kombinasi tanaman perkebunan, tanaman kehutanan, dan tanaman pertanian. Sehingga dampak lingkungannya ada kegiatan konservasi air dan sebanyak mungkin jenis pohon bisa tumbuh serta menghasilkan.
“Kami mengelola kebun kemitraan seluas 54 hektar dengan 54 petani, dimana 20 hektar sudah menghasilkan produksi kopi. Sisanya 34 hektar itu kita akan mengembangkan sebanyak 25 ribu bibit untuk mempersiapkan pasar yang akan datang. Dengan agroforestri, para petani bisa mandiri secara ekonomi melalui kopi yang kini menjadi komoditas utama dan potensial untuk pasar luar negeri,” bebernya.
Disinggung pasar domestik, kopi Sumadi tetap melayani kebutuhan kopi dalam negeri, meski secara harga terpaut cukup jauh. Pasalnya, perbandingan kebutuhan pasar luar negeri masih di kisaran 30 persen hasil produksi, sementara sisanya dijual di dalam negeri.
“Untuk harga pasar luar negeri saat ini sekitar Rp150 ribu per kilogram dengan jumlah permintaan sekali beli bisa tonase. Sedangkan dalam negeri sekitar Rp100-120 ribu per kilogram, kadang bisa dibawa itu, sekali beli hitungan sekian kilogram,” paparnya.
Disebutkannya, secara perhitungan kasar per hektar berisi 2.000 pohon kopi, dimana per pohon mampu menghasilkan 20 kilogram kopi. Itu belum termasuk tanaman kehutanan, dan tanaman pertanian. Dengan penanaman sebanyak 25 ribu bibit kopi, dirinya optimis Sumadi mampu memenuhi kebutuhan pasar kopi mendatang.
“Dengan cara ini, sekarang diduplikasi oleh desa lainnya. Dan sekarang sudah ada 1.500 petani yang menduplikasi kegiatan kami,” tandasnya.
Sementara itu, Deputi Kepala KPwBI Malang, Dedy Prasetyo mengatakan, kopi Sumadi telah menjadi percontohan bisnis matching binaan Bank Indonesia secara nasional. Dimana kopi Sumadi meraih 3 besar championship kategori ekspor yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia pusat.
“Sebenarnya ada banyak UMKM kopi di wilayah kerja BI Malang, ada kopi Dampit, kopi Singa Batu dan lainnya. Ketika UMKM kopi mampu memenuhi kebutuhan ekspor, maka akan menjadi nilai tambah lebih dan prospektif,” jelas Dedy, sapaannya kepada SERU.co.id.

Disebutkannya, proses pembinaan yang dilakukan oleh Bank Indonesia Malang, dimulai dari pelatihan, diikutkan business matching, dipertemukan dengan pembeli dan lainnya. Hingga pembinaan dan pengembangan potensi pasar ekspor.
“Biasanya buyer akan berburu dalam festival kopi unggulan dari masing-masing daerah. Kemudian mereka akan meninjau langsung proses produksi kopinya. Selanjutnya tawar menawar harga, baik melalui agregator maupun buyer nasional hingga internasional,” tandasnya. (rhd)