Malang, SERU.co.id – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Malang bersinergi dengan awak media, UKM mahasiswa, Mappilu, Rumah Keadilan, dan lembaga independen lainnya. Harapannya, Bawaslu bersama lembaga-lembaga tersebut dapat berpartisipasi ikut mengawal pelaksanaan Pilkada yang jujur adil dan aman serta lebih bersih.
Ketua Bawaslu Kota Malang, M Arifudin SHum mengatakan, dengan pengawasan bersama yang melibatkan semua pihak, nantinya output yang dihasilkan positif. Khususnya bersama media akan menjadikan arah pemberitaan yang positif.
“Selama ini, pelaksanaan Pemilu di Kota Malang menjadi sorotan secara nasional, selalu saja permasalahan, aeperti kurang surat suara, sengketa Pileg dan Pilpres. Harapannya, saat Pilkada kali ini tidak ada permasalahan di kemudian hari. Sehingga nantinya Bawaslu Kota Malang mendapatkan nominasi hubungan harmonis, baik dengan media, UKM mahasiswa, dan lembaga pengawas lainnya,” ucap Arif, sapaan akrabnya, Rabu (25/9/2024) malam.
Senada, Koordiv Pencegahan, Partisipasi Masyarakat dan Hubungan Masyarakat Bawaslu Kota Malang, M Hasbi AS SAP mengatakan, Bawaslu Kota Malang masuk dalam Indeks Kerawanan tertinggi. Mengingat ada banyaknya permasalahan dalam pelaksanaan Pemilu, didominasi sengketa Pileg dan Pilpres hingga tingkat nasional.
“Padahal Kota Malang, Daftar Pemilih Tetap (DPT)-nya 650 ribu tersebar di 5 kecamatan, namun banyak masalah. Selalu ada sidang dan sengketa Pileg, Pilpres, kurang surat suara, temuan rekapitulasi, dihitung ulang dan lainnya. Untuk itu, Bawaslu harus belajar dari kesalahan, bukan melanjutkan kesalahan di Pilkada kali ini,” ucap Hasbi, menjelaskan alasan dibalik terselenggaramya ‘Sinergisitas untuk Pilkada Kota Malang yang Berintegritas’ oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Malang di Hotel Zam-zam Batu, Rabu (25/9/2024) malam.

Sementara itu, Ketua PWI Malang Raya, Ir. Cahyono mengatakan, kerja jurnalis memiliki resiko cukup tinggi. Khususnya ketika melaksanakan peliputan investasi maupun hal-hal yang bersentuhan dengan aparat keamanan dan pemerintahan. Hingga berujung terjadi beberapa kasus kekerasan terhadap profesi jurnalis.
“Yang paling parah baru saja, kasus pembakaran rumah seorang wartawan yang menelan korban jurnalis beserta anak istrinya. Setelah dia menulis terkait kasus bisnis judi yang ditengarai milik oknum TNI,” ungkap Cahyono.
Disebutkannya, nilai pemberitaan tertinggi atau mahkotanya berita adalah jurnalisme investigasi. Namun konsekuensinya beresiko tinggi, bisa mengancam jiwa jurnalis, media maupun perusahaan pers, hingga keluarganya.
“Saya dan teman-teman jurnalis ini sudah biasa diteror dan diintimidasi, bahkan harus berhadapan dengan aparat karena dilaporkan orang yang ditulis. Untungnya, aparat kepolisian paham jika kasus aduan karya jurnalistik itu ranahnya Dewan Pers,” ucapnya.