Pakar Hukum Tata Negara: Butuh Ketegasan Menkop Sahkan Sri Untari sebagai Ketua Dekopin

Sri Untari dalam sebuah FGD. (ist)

Jember, SERU.co.id – Para pakar hukum seluruh Indonesia mengkaji persoalan hukum untuk mendorong dan mengembangkan iklim dan kondisi perkoperasian yang demokratis, sebagaimana prinsip Koperasi Indonesia, dalam Forum Group Discussion (FGD) di Jember, selama dua hari, Minggu-Senin (19-20/7/2020) kemarin.

Para pakar tersebut, di antaranya Prof Dr Jamal Wiwoho (Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta), Prof Susi Dwi Harijanti, Ph.D (Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Padjajaran), Prof Dr Benny Riyanto (Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Diponegoro), Prof Dr Dominikus Rato (Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Jember), Dr Oce Madril (Ketua Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada /PUKAT UGM), Dr Riawan Tjandra (Pakar Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Unika Atmajaya Yogyakarta).

Bacaan Lainnya

Dilanjutkan, Dr Agus Riewanto (Direktur LKBH Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta), Dr Jimmy Z. Usfunan (Ketua Studi Pancasila dan Penyelenggaraan), Dr Bayu Dwi Anggono (Direktur Pusat Pengkajian Pancasila dan Konstitusi /PUSKAPSI Fakultas Hukum Universitas Jember) dan para akademisi serta peneliti dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia lainnya.

Menurut Dosen Tata Negara UNS, Dr Agus Riewanto, berdasarkan kajian hukum, Ketua Umum Dekopin yang tepat adalah yang tidak bertentangan dengan Keputusan Presiden No.6 Tahun 2011 tentang Pengesahan Anggaran Dasar Dewan Koperasi Indonesia dan Undang-Undang No.25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, yaitu Munas Dekopin yang memilih Sri Untari Bisowarno sebagai Ketua Umum Dekopin untuk periode 2019-2024.

“Pendapat hukum ini merupakan pendapat hukum yang tepat dan dapat dipertanggungjawabkan, sebagaimana peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pendapat hukum ini merupakan wujud nyata peran Pemerintah dalam menyelesaikan persoalan legalitas Kepengurusan Dekopin, dalam mewujudkan tujuan penyelenggaraan per-Koperasian Indonesia,” ungkap Agus.

Karena itu, Agus meminta kepada pihak pemerintah dalam hal ini Kementerian Koperasi dan UKM, untuk bisa mengambil langkah yang tegas. Berdasarkan fakta-fakta dan argumentasi hukum dalam FGD ini, maka dihasilkan beberapa rekomendasi. Di antaranya, syarat keberlakuan Anggaran Dasar Dekopin termasuk Anggaran Dasar hasil perubahan telah ditentukan secara jelas dan tegas pada Pasal 59 Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian dan Pasal 36 Anggaran Dasar Dekopin yang disahkan dengan Keputusan Presiden No. 6 Tahun 2011 yaitu wajib mendapat pengesahan dari Pemerintah.

Sri Untari memberikan motivasi kepada anggota koperasi dalam peringatan Hari Koperasi. (ist)

“Karena itu, Menkop tidak usah ragu untuk mengakui kepemimpinan Sri Untari. Sebab legalitasnya jelas, kalaupun ada yang menggugat dasarnya tidak akan kuat,” seru Agus.

Karena yang dilakukan pihak Nurdin Halid, melakukan perubahan suatu Anggaran Dasar Dekopin dan hasil perubahan tersebut belum mendapat pengesahan dari Pemerintah. Maka Anggaran Dasar hasil perubahan tersebut belum berlaku alias tidak sah, sehingga berimplikasi tidak bisa menjadi dasar hukum bagi pengambilan keputusan atau kebijakan organisasi.

“Pada saat hasil perubahan itu belum mendapat pengesahan dari Pemerintah, maka yang masih sah berlaku adalah Anggaran Dasar yang asli (sebelum perubahan), yaitu Anggaran Dasar sebagaimana disahkan dengan Keputusan Presiden No. 6 Tahun 2011,” tegas Agus.

Kedua, berdasarkan Pasal 19 ayat (3) Anggaran Dasar Dekopin yang masih sah berlaku dan disahkan dengan Keputusan Presiden No. 6 Tahun 2011, disebutkan Ketua Umum Dekopin dipilih secara langsung dengan masa jabatan paling lama 2 (dua) kali berturut-turut. “Berdasarkan ketentuan tersebut, maka Ketua Umum yang menjabat lebih dari 2 (dua) kali berturut-turut adalah tidak sah,” imbuhnya.

Dengan demikian, ditegaskan Agus, terpilihnya Nurdin Halid sebagai Ketua Umum Dekopin yang tidak memenuhi ketentuan Pasal 19 ayat (3) Anggaran Dasar Dekopin adalah tidak sah dan tidak memiliki legalitas untuk bertindak atas nama DEKOPIN. 

“Ketiga, Pendapat Hukum Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-Undangan  Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dengan nomor PPE.PP.06.03-1017 tanggal 2 Juli 2020 yang menyatakan terpilihnya Nurdin Halid sebagai Ketua Umum DEKOPIN 2019 – 2024 tidak sah, karena melanggar Undang-Undang No.25 Tahun  1992 dan Anggaran Dasar DEKOPIN yang disahkan dengan Keputusan Presiden 
No.6 Tahun 2011, serta menyatakan pemilihan Ketua Umum DEKOPIN yang tepat tidak bertentangan dengan Keputusan Presiden No.6 Tahun 2011,” bebernya.

Pihaknya menambahkan Undang-Undang No.25 Tahun 1992, yaitu Munas DEKOPIN yang memilih Sri Untari Bisowarno sebagai Ketua Umum DEKOPIN 2019-2024, merupakan pendapat hukum yang bersifat mengikat.

Hal ini dikarenakan kewenangan untuk memberikan penafsiran hukum atas isi suatu peraturan perundang-undangan di lingkungan pemerintah, merupakan kewenangan dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), sebagai kementerian yang menangani urusan pemerintahan di bidang hukum dan peraturan perundang-undangan.

Keempat, Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop UKM) perlu menindaklanjuti pendapat hukum Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-Undangan Kementerian Hukum dan HAM nomor PPE.PP.06.03-1017 tanggal 2 Juli 2020, melalui berbagai kegiatan kemitraan dengan Dekopin.

Tindak lanjut pendapat hukum oleh Kemenkop UKM, merupakan satu kesatuan sikap pemerintah dalam menyelesaikan permasalahan Dekopin. “Tindak lanjut ini juga diperlukan supaya Dekopin, bisa segera bekerja demi mewujudkan fungsinya, sebagai organisasi tunggal gerakan koperasi dalam memperjuangkan kepentingan dan sebagai pembawa aspirasi koperasi Indonesia,” tandas Agus.

Terhadap pihak-pihak yang keberatan terhadap pendapat hukum Kemenkumham terkait Keabsahan Pengurus Dekopin, menurut Agus,  hendaknya menempuh jalur konstitusional yang tersedia dan menghindari upaya pemaksaaan kehendak dan tindakan-tindakan penyelesaian yang tidak berdasarkan prinsip-prinsip negara hukum demokratis sebagaimana ditegaskan dalam UUD 1945. (hms/rhd)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *