Guru Besar Geofisika UB Wanti-wanti Fenomena Panas Akibat Awan Minim

Guru Besar Geofisika Universitas Brawijaya, Prof Adi Susilo. (ist) - Guru Besar Geofisika UB Wanti-wanti Fenomena Panas Akibat Awan Minim
Guru Besar Geofisika Universitas Brawijaya, Prof Adi Susilo. (ist)

Malang, SERU.co.id – Guru besar Geofisika Universitas Brawijaya (UB) menyampaikan fenomena panas yang terjadi di Indonesia akhir-akhir ini disebabkan pertumbuhan awan yang sangat minim. Awan yang ada sangat sedikit sehingga sinar matahari langsung mengenai permukaan kulit manusia tanpa ada halangan apapun.

Guru Besar Geofisika UB, Prof Adi Susilo menjelaskan, hal ini berlaku cukup lama. Menurut perhitungannya fenomena ini akan berlangsung hingga bulan Oktober mendatang.

Bacaan Lainnya

“Tapi bukan berarti di musim panas ini anomali iklim El Nino ini tidak ada hujan, tetap ada potensi terjadi hujan. Namun, bukan hujan yang bisa menyebabkan banjir atau sebagainya,” seru Prof Adi Susilo.

Prof Adi mengatakan, dampak panas di indonesia dari segi pandang kehidupan praktis adalah dari panasnya yang sangat menyengat. Sehingga tidak sehat untuk kesehatan ataupun beraktifitas di luar.

“Diusahakan jika ingin keluar ruangan menggunakan baju berlengan namun hindari warna gelap atau hitam. Karena warna tersebut menyerap panas yang mengakibatkannya terperangkap di dalam, membuat keringat keluar lebih mudah dan mengakibatkan dehidrasi. Lalu siapkan payung dan juga topi untuk menghindari paparan langsung terhadap sinar matahari,” jelasnya.

Dampak gelombang panas yang melanda tidak hanya terbatas di Indonesia, tetapi juga dirasakan oleh negara-negara tetangga di ASEAN. Manila, pusat metropolitan Filipina, baru-baru ini mencatat rekor suhu tertinggi sepanjang sejarah dengan mencapai 38,8 derajat Celsius pada akhir April.

Sementara Bangladesh dan Laos juga mengalami suhu yang belum pernah terjadi sebelumnya, mengakibatkan penutupan sekolah dan peringatan kesehatan. Sedangkan Thailand terdapat sebanyak 61 orang tewas akibat heatstroke yang ditimbulkan karena suhu panas menyentuh angka 52 derajat Celcius.

Meskipun dampaknya lebih ringan di Indonesia, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menjelaskan, gelombang panas saat ini disebabkan oleh peralihan musim. Musim hujan ke musim kemarau, yang diperparah oleh posisi matahari dan anomali iklim El Nino (2022-2024). Selain itu, efek pemanasan global juga turut menyumbang pada peningkatan suhu setiap tahunnya.

Sebagai informasi, pemerintah dan masyarakat perlu berupaya menyesuaikan diri untuk mengurangi dampak dari peristiwa cuaca ekstrem ini. Peristiwa ini menekankan pentingnya strategi ketangguhan iklim untuk menghadapi tantangan di masa depan. (ws11/mzm)

disclaimer

Pos terkait