Malang, SERU.co.id – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengumumkan kenaikan tarif pajak hiburan sebesar 40 hingga 75 persen untuk hiburan tertentu. Kenaikan pajak hiburan tertentu tersebut, mendapat protes dari pelaku industri hingga para influencer di media sosial. Karena, dianggap memberatkan dan merugikan pelaku usaha, khususnya pengusaha industri hiburan.
Dosen Perpajakan Program Studi Akuntansi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Agustin Dwi Haryanti SE MM Ak CA CSRS CSRA mengungkapkan, kenaikan pajak hiburan tersebut mencakup beberapa jenis sektor hiburan.
“Pajak minimal 40%, maksimal 75% ini hanya untuk hiburan tertentu, seperti diskotik, karaoke, spa, club malam dan bar. Hal ini mempertimbangkan jenis hiburan tersebut yang hanya dinikmati oleh kalangan tertentu,” seru Agustin.
Agustin mengatakan, apabila Indonesia memberlakukan pajak hiburan tersebut cukup rendah. Maka, dapat berakibat pada menjamurnya tempat hiburan malam, seperti diskotik, club malam dan bar.

“Kita ambil contoh Thailand yang memiliki pajak hiburan sebesar 5%. Karena pajak hiburannya rendah, jadi banyak tempat hiburan-hiburan semacam itu. Jika Indonesia melakukan hal yang sama, tidak menutup kemungkinan akan terjadi hal yang sama seperti di Thailand,” terangnya.
Agustin menambahkan, kenaikan pajak hiburan ini bertujuan, agar tingkat peminat konsumen pada tempat hiburan malam yang memiliki pandangan negatif di masyarakat menurun.
Baca juga: Efektifkah Hukuman Mati Bagi Koruptor?
“Selain untuk meningkatkan pendapatan daerah, salah satu tujuan dari naiknya pajak hiburan ini. Agar tingkat keminatan menjadi konsumen loyal, pada tempat hiburan yang berkonotasi negatif tersebut menurun,” imbuh Agustin.
Agustin menjelaskan, melalui peraturan kenaikan pajak hiburan tersebut, mampu membuat konsumen berpikir dua kali. Untuk datang dan menggunakan jasa hiburan malam tersebut.