“Kemarin sempat diajak ke masjid lari. Saya tanya ‘kenapa lari?’. Jawabnya melihat salah satu jamaah wajahnya hampir sama dengan yg menganiayanya,” terangnya Abdul Aziz.
Menurut penjelasan pengacara tersebut, dalam proses belajar mengajar anaknya masih menggunakan metode daring. Dan sekolahnya sudah dipindahkan dari sekolah lamanya. Aziz mengaku, dirinya tidak bisa memastikan besok sang anak atau korban bisa ikut dalam diversi tersebut.
“Untuk diversi yang ditunda besok akan diupayakan dengan membujuk anaknya. Walaupun saya tidak bisa menjamin apakah anak saya mau berbicara berkaitan dengan diversi atau tidak sama sekali,” terangnya.
Aziz mengaku, masih terus komitmen untuk memberikan efek jera tidak hanya bagi ABH saja tetapi juga santri lain, proses hukum tetap berjalan. Harapannya ke depan supaya santri yang menempuh ilmu pondok aman dan tenang belajar sehingga orangtua tidak kawatir.
“Harapan kami bahwa proses ini terus dapat dilanjutkan, agar bisa menjadi pelajaran bagi pihak-pihak dan pelaku dan juga pesantren seluruh Indonesia,” tegasnya.
Baca juga : Tersangka Pengeroyokan di Ponpes Bululawang Bakal Bertambah
Sebagai tambahan, perundungan terjadi kepada DFA (12) yang dilakukan oleh KR (14) pada, November 2022 lalu di ruang kelas mereka setelah jam pulang sekolah. Karena DFA dituduh melaporkan ABH kepada salah seorang guru membolos dan merokok di jam pelajaran.
Karena tak terima atas laporan itu, ABH kemudian menganiaya korban hingga korban memgalami beberapa luka parah. Hingga mengakibatkan tulang hidung DFA patah. Kedua kelopak matanya lebam kemudian dahi dan kepala benjol, serta memar di sekujur tubuhnya. (wul/ono)