Dirinya menyebut, para korban Tragedi Kanjuruhan tersebut masih butuh dukungan dari berbagai pihak, terutama Arema FC yang mereka bela selama ini.
“Para korban dalam berbagai aspek masih perlu banyak pendampingan, seperti advokasi hukum. Dimana proses keadilan masih jauh dari harapan, serta penyembuhan trauma korban sampai hari ini belum banyak tersentuh,” kata Ferry.
Aremania menilai Tragedi Kanjuruhan adalah tindakan penggunaan kekuatan yang berlebihan (excessive use of force). Melalui penggunaan gas air mata dan pengendalian massa yang tidak sesuai prosedur.
Aremania menyebut, harus ada beberapa pihak yang bertanggungjawab dalam Tragedi Kanjuruhan itu. Seperti pihak keamanan, panitia pelaksana pertandingan sebagai kepanjangan tangan klub dari PT Arema Aremania Bersatu Berprestasi Indonesia (PT AABBI) yang menyelenggarakan pertandingan tersebut.
Aremania menganggap, pihak panitia pelaksana pertandingan dalam menjalankan fungsinya tidak melaksanakan manajemen pertandingan sesuai prosedur yang ada. Dimana pihak pengamanan internal banyak yang melakukan kelalaian, seperti kesiapan fasilitas, sarana dan prasarana pendukung pertandingan jauh dari standart. Serta pengaturan kuota penonton dan penentuan jumlah tiket tidak sesuai dengan kapasitas stadion.
“Alih-alih dalam pelaksanaannya segala prosedur dijalankan dengan prinsip kehati-hatian, panpel terlihat dengan gamblang bahwa orientasi labalah yang menjadi prioritas utama,” tegasnya. (wul/rhd)