Djoni menambahkan, petani perlu turut menikmati nilai tambah industri pengolahan. Sehingga tidak hanya mengurusi on farm, tetapi juga masuk ke kegiatan off farm dengan dukungan akses pembiayaan yang lebih luas.
Tak hanya Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ikut meningkatkan perannya. Namun, pengusaha swasta seperti dirinya, juga harus ikut berperan sebagai off taker. Dengan melakukan pendampingan atau pembinaan, serta adopsi teknologi pada sistem budidaya, pemasaran maupun market place.
Menurut Djoni, masalah klasik pertanian di Indonesia adalah harga jatuh saat hasil panen banyak. Harga kemudian melambung tinggi saat produksi sedikit. Kondisi ini dimanfaatkan tengkulak yang akhirnya merugikan petani.
“Jika produksi banyak, namun tak ada yang mau menyimpan, mendistribusikan dan mengolah menjadi produk bernilai tinggi. Maka ujung-ujungnya akan menjadi hambatan,” masygulnya.
Menurutnya, perlunya kebijakan pembangunan pertanian di Indonesia adalah untuk mencapai swasembada tanaman pangan. Sedangkan peningkatan jumlah penduduk membuat sektor pertanian perlu mengimbangi pertumbuhan permintaan. (rhd)
Baca juga:
- Indonesia Sukses Libas China Taipei 6-0 di Surabaya
- Danlanud Abd Saleh Ajak Prajurit Meneladani Akhlak Rasulullah dalam Menjalankan Tugas
- Perwosi Batu Salurkan Bakat Olahraga Siswi SMP/Mts Lewat Turnamen Voli
- Deflasi Kota Malang pada Agustus 2025 -0,07 Persen, Inflasi Tahunan Terkendali 2,13 Persen
- Fenomena Corn Moon Berbalut Blood Moon Hiasi Langit Indonesia 7-8 September 2025