Malang, SERU.co.id – Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) Tragedi Kanjuruhan mengungkapkan hasil investigasinya kepada publik di Istana Kepresidenan Jakarta, Jumat (14/10/2020). Beberapa fakta terkait tragedi tersebut juga akan diserahkan kepada Presiden Joko Widodo.
Ketua TGIPF, Mahfud MD mengatakan, fakta yang ditemukan oleh pihaknya antara lain mengenai proses jatuhnya korban lebih mengerikan daripada yang beredar di publik. Hal itu berdasarkan hasil pengamatan terhadap rekaman CCTV yang terdapat di Stadion Kanjuruhan.
“Proses jatuhnya korban itu, jauh lebih mengerikan dari yang beredar di televisi maupun di medsos. Karena kami merekonstruksi dari 32 CCTV yang dimiliki oleh aparat,” seru Menkopolhukam tersebut.
Ditambahkannya, tragedi yang menelan sebanyak 754 korban meninggal dan luka luka tersebut tersebut, dikarenakan berdesak-desakan. Dimana kondisi tersebut dipicu setelah aparat keamanan yang menembakkan gas air mata.
“Jadi itu lebih mengerikan dari sekedar semprot-mati gitu. Ada yang saling gandengan untuk keluar bersama, satu bisa keluar yang satu tertinggal balik lagi menolong temannya. Terinjak-injak, mati. Lebih mengerikan daripada yang beredar,” imbuhnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, saat ini pihaknya juga bekerjasama dengan Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN) melakukan pemeriksaan kadar kimia yang terkandung di gas air mata tersebut. Kendati demikian, apapun hasilnya nanti, hal tersebut tidak bisa menjadi acuan sebagai penyebab meninggalnya ratusan korban di tragedi tersebut.
“Tetapi apapun hasil dari pemeriksaan BRIN itu tidak bisa mengurai kesimpulan, bahwa kematian massal itu terutama disebabkan oleh gas air mata,” kata Mahfud.
Seperti yang diberitakan, pihak TGIPF telah mememberikan laporan terkait kesimpulan dan rekomendasi terhadap hasil investigasinya selama ini. Mahfud MD mengaku, laporan tersebut dilakukan dan disampaikan secara independen.
“Sebagai laporan, nanti hasil laporan itu akan diolah oleh Bapak Presiden untuk kebijakan keolahragaan nasional yang melibatkan stakeholders yang ada, menurut peraturan perundang-undangan,” pungkasnya. (bim/ono)