Dualisme PPLP-PT PGRI Mencuat, Penasehat Hukum Unikama Tegaskan Ini

Hermawi Taslim (tengah), diapit Pieter Sahertian dan Soedja’i, menjawab pertanyaan awak media. (rhd) - Dualisme PPLP-PT PGRI Unikama Mencuat, Penasehat Hukum Unikama Tegaskan Ini
Hermawi Taslim (tengah), diapit Pieter Sahertian dan Soedja’i, menjawab pertanyaan awak media. (rhd)

Malang, SERU.co.id – Sengketa Kepengurusan Perkumpulan Pembina Lembaga Pendidikan Perguruan Tinggi Persatuan Guru Republik Indonesia (PPLP-PT PGRI) Unikama kembali mencuat dan memanas. Kubu Dr H Christea Frisdiantara Ak MM, kembali mengklaim sebagai pengurus yang sah, pasca pengajuan PK Nomor 347 PK/PDT/2022 yang dimohonkan Drs H Soedja’i dkk ditolak oleh Mahkamah Agung.

Amar Putusan Tolak tersebut didapat pada laman resmi Mahkamah Agung pada tanggal 19 Mei 2022 melalui https://kepaniteraan.mahkamahagung.go.id/perkara/. Merespons hal itu, kubu Soedja’i melalui penasehat hukumnya, Hermawi Taslim, meluruskan dan mengklarifikasi persoalan tersebut dihadapan media.

Bacaan Lainnya

“Ketika PK Nomor 347 PK/PDT/2022 ditolak, bukan berarti kepengurusan PPLP-PT PGRI yang diputuskan Menkumham No AHU-0000270.AH.01.08 tahun 2019 menjadi tidak sah. Karena PK itu kamar hukumnya Perdata, dan Menkumham itu kamar hukumnya PTUN. Jadi beda kamar,” seru Hermawi Taslim, kepada awak media di ruang Abdul Rajab, Unikama, Senin (6/6/2022) siang.

Disebutkannya, ada empat kamar hukum yang membawahi pengadilan di Indonesia, yakni perdata, pidana, agama, dan tata usaha negara (TUN). Dimana masing-masing juga memiliki aturan dan hakim tersendiri.

“Ada banyak sudut hukum, tergantung kasus yang diajukan dalam penuntutan atau Peninjauan Kembali (PK). Tidak bisa melintas, karena polanya linier,” terang Taslim, sapaan akrab mantan kuasa hukum Christea ini.

Diakuinya, pihak Soedja’i sempat mengajukan gugatan melalui PTUN-Jakarta dan gugatan perdata melalui PN Malang. Kedua gugatan tersebut memiliki substansi yang sama dengan PTUN yang terlebih dahulu diputuskan, sehingga ditolak. Pasalnya, gugatan tersebut telah kehilangan obyek, karena telah diputuskan dan inkrach oleh PTUN tingkat Kasasi dan PK.

“Itulah sebabnya gugatan Soedja’i di PN Malang (Perdata) harus ditolak, karena sekali lagi telah diputuskan terlebih dahulu oleh Mahkamah Agung,” paparnya.

disclaimer

Pos terkait