Gus Miftah dan Ki Warseno Minta Maaf Soal Kegaduhan Pentas Wayang

Pagelaran wayang di ponpes Gus Miftah. (ist) - Gus Miftah dan Ki Warseno Minta Maaf Soal Kegaduhan Pentas Wayang
Pagelaran wayang di ponpes Gus Miftah. (ist)

Jakarta, SERU.co.id – Pendakwah Gus Miftah menyampaikan permintaan maaf atas kegaduhan yang terjadi usai pentas wayang yang digelar di pondok pesantren miliknya. Gus Miftah menyebut, dirinya meminta maaf atas kegaduhan yang terjadi, bukan atas pentas wayang yang digelar.

“Ok fine…. Saya minta maaf atas kegaduhan yang terjadi, bukan karena nanggap wayangnya,” seru Gus Miftah dilansir dari media sosialnya, @gusmiftah, Rabu (23/2/2022).

Bacaan Lainnya

Ia mengatakan, pagelaran wayang tidak dapat diintervensi atas lakon yang dibawakannya. Ia juga menyinggung soal musnahnya wayang, yang menurutnya, wayang menjadi musnah karena tidak ada yang mengundang atau nanggap lagi.

“Wawancara dalang Ki Warseno Slank dengan TV One, dalang dengan segala otoritasnya tidak bisa diintervensi atas lakon yang dibawakannya, dalang independen dengan lakon yang dibawakannya,” tulisnya.

“Lha Miftah nanggap saja supaya kelestariannya terjaga, malah disalahkan… pokoknya Miftah salah, dan harus minta maaf. Oke, salahkan saya, jangan dalangnya, pokoke salahnya Miftah,” sambungnya.

Sementara itu, dalang Ki Warseno yang membawakan lakon di Ponpes Gus Miftah, juga menyampaikan permintaan maaf. Dalam pagelaran tersebut, Ki Warseno menampilkan adegan perang Baladewa menghajar ‘wayang berpeci’. Bentuk wayang tersebut diduga mirip dengan Ustaz Khalid Basalamah.

“Dalam bingkai selalu menjaga prinsip petuah luhur tersebut, saya secara pribadi dari lubuk hati paling dalam meminta maaf jika ada pihak-pihak yang merasa kurang nyaman setelah melihat pementasan kami di Ponpes Gus Miftah pada Jumat malam yang lalu,” tutur Ki Warseno dikutip dari detik.com.

Ki Warseno menjelaskan, ia sebagai pelaku seni tradisi Jawa masih berpegang teguh pada ajaran-ajaran leluhur untuk selalu menjaga keharmonisan. Ia mengklaim, seluruh ekspresi seni dalam pementasan tersebut merupakan totalitas pemanggungan wayang kulit sesuai dengan kaidah yang telah diatur secara baku dalam pewayangan.

“Pelaku seni hanya menampilkan cerita penuh pesan moral yang dipersilakan untuk ditafsirkan seutuhnya dan selanjutnya dipetik hikmahnya oleh penikmatnya. Sebagai dalang, saya tidak bisa menyamakan persepsi masing-masing pemirsa atas sebuah peristiwa pertunjukan. Tafsir-tafsir pertunjukan itu bisa berbeda-beda tergantung pemahaman dan referensi masing-masing orang,” pungkasnya. (hma/rhd)


Baca juga:

disclaimer

Pos terkait