Batu, SERU.co.id – Aliansi Selamatkan Malang Raya mendatangi DPRD Kota Batu, dengan melakukan aksi di halaman kantor, Selasa (22/2/2022) jam 11.00. Aksi ini dilakukan, menyoroti kondisi lingkungan hidup Kota Batu yang semakin memprihatinkan. 15 orang pengunjuk rasa melakukan aksinya dengan memegang poster bertuliskan pesan prihatin terhadap lingkungan di Kota Batu.
Juru bicara aksi, Jansen Tarigan menyatakan, Kota Batu sedang dalam kondisi darurat lingkungan. Pasalnya, ditenggarai sejumlah kebijakan pembangunan Pemkot Batu, mengabaikan kelestarian lingkungan demi kepentingan investor semata. Sehingga patut diduga sarat kepentingan, namun nihil partisipasi publik.
“Buktinya, dalam Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) masih ada pembangunan yang bakal digarap pada kawasan terlarang. Bagaimana bisa ada pembangunan di kawasan yang secara hukum dilarang? Ini menunjukkan perizinannya bermasalah dan bernuansa koruptif,” seru Jansen Tarigan.
Aliansi Selamatkan Malang Raya telah melakukan kajian terhadap Raperda tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW). Hasilnya, ditemukan beberapa rencana perubahan. Diantaranya, penghilangan tiga jenis kawasan lindung dan pereduksian kawasan lindung setempat.
“Ada pengurangan jumlah kawasan sempadan mata air yang dilindungi dari 111 mata air, menjadi mata air di tiga desa. Penghilangan kawasan cagar budaya dan alih fungsi kawasan di keseluruhan wilayah hutan lindung menjadi wilayah hutan produksi,” ungkapnya.
Selain itu, pihaknya juga menemukan rencana pengurangan besaran sempadan sungai dan adanya perubahan kalimat dari “kawasan pemukiman/diluar pemukiman” menjadi “kawasan terbangun/tidak terbangun”. Nampak melegitimasi kondisi ketidakteraturan pembangunan di Kota Batu.
“Kondisi ini terkonfirmasi saat penyusunan Raperda RTRW Kota Batu yang sarat kepentingan pemodal dan nihil partisipasi publik. Beberapa kali masyarakat mencoba meminta informasi perihal Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Kota Batu tapi tidak dipenuhi,” cetusnya.
Jansen menilai, kerusakan lingkungan masih terus menerus terjadi. Salah satunya tampak saat terjadi banjir bandang di Kota Batu. Diduga kuat, penyebabnya pembangunan di kawasan hutan rakyat dan hutan lindung di lereng Gunung Arjuno.
Pihaknya juga menyayangkan, pengajuan audiensi penyampaian aspirasi kepada wakil rakyat diabaikan. Pemerintah dan wakil rakyat dianggap menjalankan pemerintahan secara ekslusif dan mengingkari demokrasi.
“Hal ini menjadi ancaman besar ke depan bagi kelestarian lingkungan di Kota Batu. Maka rakyat tidak boleh diam saja, mari kita kawal dan lawan ketidakadilan demi kebaikan bersama,” tukasnya.
Dikonfirmasi secara terpisah, Ketua DPRD Kota Batu, Asmadi mengaku, tidak ada pemberituan aksi sebelumnya. Sehingga tidak ada satupun dewan yang standby untuk menerima aksi tersebut. Namun Asmadi tetap mempersilahkan peserta aksi masuk ke halaman kantor DPRD, asal tidak bertindak anarkis.
“Pada prinsipnya dewan tidak mempersulit. Pada waktu itu padatnya agenda, walaupun lambat, pasti kami jadwalkan. Mau kami jadwalkan, kok “ndelalah” padat jadwalnya,” katanya.
Lebih lanjut, Ketua DPRD Batu juga mengutarakan, Raperda RTRW masih ada di Kementerian Agraria dan Tata Ruang, dan masih harus disesuaikan lagi.
“Kemarin hampir selesai, ternyata ada perubahan lagi, kaitannya dengan pandemi ini. Ada banyak hal yang direvisi,” ujarnya.
Ketua DPRD Batu berharap, aspirasi rakyat harus terakomodir. Jangan sampai terjadi bencana banjir bandang kembali.
“Kami menerima masukannya, justru bagus, ini karena kami belum bertemu saja. Saya juga belum tahu perubahannya seperti apa, jangan sampai ada titipan-titipan,” pungkasnya. (ws3/rhd)
Baca juga:
- Target Empat Medali Emas, Wali Kota Malang Motivasi Atlet Basket Hadapi Porprov IX Jatim
- Lansia Dilaporkan Hilang Hanyut di Sungai Metro Ditemukan Selamat di Pakisaji
- Bupati Malang Sebut Munas VI APKASI 2025 Wadah Strategis Kuatkan Pembangunan Nasional
- Ratusan Travel Merugi Miliaran Usai Visa Haji Furoda Tak Kunjung Terbit
- Zia Ulhaq Nilai Putusan MK Soal Sekolah Swasta Gratis Dorong Pemerataan Pendidikan