Malang, SERU.co.id – Banyak cara yang dilakukan dalam menyambut bulan suci Ramadhan. Kampung Budaya Polowijen (KBP) Kecamatan Blimbing Kota Malang menggelar ‘Megengan Mapag Wulan Siam’ bersama komunitas Perempuan Bersanggul Nusantara.
Penggagas KBP, Isa Wahyudi alias Ki Demang mengatakan, ‘Megengan Mapag Wulan Siam’ adalah satu tradisi islam orang Jawa yang dilaksanakan pada saat bulan ruah (red, penanggalan Jawa). Bulan akhir menjelang bulan ramadhan. Megengan dalam rangka mempersiapkan diri untuk melakukan pensucian agar kemudian siap menyambut bulan puasa dan sebelum masuk bulan puasa.
“Setidaknya orang sudah berserah diri, sudah mawas diri siap untuk melaksanakan ibadah puasa. Kesiapan itu dilakukan mereka harus meminta maaf kpd siapa saja yang dianggap punya masalah,” seru Ki Demang, Sabtu (10/4/2021).
Jajanan tradisional berupa apem sebagai simbolis. Menurutnya, megengan biasa dilakukan menjelang bulan puasa biasa kita lihat di surau2, mushola dsb satu dua hari sebelumnya diselenggarakan dan sekarang ini di kampung budaya polowijen
“Sengaja diselenggarakan disini dalam rangka memperkenalkan kepada masyarakat agar mengetahui tentang megengan itu sendiri,” ungkapnya.
Ki Demang menambahkan ‘Megengan’ sebenarnya juga tradisi yang di buat oleh Sunan Kalijaga dalam rangka merubah ruahan. Dahulu dalam rangka merawat roh seperti itu tetapi kemudian dibuat dalam rangka saling meminta maaf dan memberikan sedekah berupa makanan.
Adapun jenis jajan yang dijadikan makna simbolis adalah menggunakan apem. Berasal dari Arab, ‘afwan’ yang bermakna meminta maaf. Kemudian di Kampung Budaya Polowijen dilengkapi dengan Jenang Palang.
Selain itu ada Kembang Setaman lengkap adalah dalam rangka memberikan satu ketanaman ketentraman hati. Peserta yang hadir pada saat megengan luar biasa dari Perempuan Bersanggul Nusantara Chapter Surabaya dan Malang. Ia mengatakan sengaja datang ke KBP dalam rangka studi budaya.
“Kebetulan pas dengan mapag wulan poso (red, menyambut Bulan Ramadhan), acara Megengan ini kita selenggarakan biasanya setelah nyekar atau nyadran (berziarah) di makam Mbah Reni,” terangnya.

Sementara,Ketua Perempuan Bersanggul Nusantara Chapter Malang, Sani repriandini menururkan, sebagai perempuan bersanggul nusantara mendukung penuh adanya pelestarian budaya dari nenek moyang.
Salah satunya warisan leluhur melalui ‘Megengan’ ini.
“Kita mendukungnya dengan tetap berkostum pelestarian budaya dengan kebaya dan bersanggul yang selama ini sudah amat sangat hampir tidak pernah dipakai,” ujarnya.

Tampil anggun, sejumlah anggota perempuan bersanggul mengenakan pakaian khas Jawa. Ada sekitar 50an yang aktif. Yang hadir sekitar 20an ikut memeriahakan di KBP.
“Dari Malang sekitar 50 orang, lebih kayaknya Tapi yang eksis 50. Mungkin kalau pas acara gt bisa ngumpul lebih dari 100 juga,” pungkas Sani sapaan akrabnya. (ws1/rhd)