Jakarta, SERU.co.id – Desain istana negara baru yang akan di bangun di ibu kota baru di Kalimantan, menuai polemik. Lima asosiasi arsitek menyatakan, bangunan berbentuk burung garuda bukan merupakan simbol yang mencirikan kemajuan peradaban bangsa. Kelima asosiasi itu adalah Asosiasi Profesi Ikatan Arsitek Indonesia (IAI), Green Building Council Indonesia (GBCI), Ikatan Ahli Rancang Kota Indonesia (IARKI), Ikatan Arsitek Lanskap Indonesia (IALI), dan Ikatan Ahli Perencanaan Wilayah dan Kota (IAP).
“Bangunan gedung istana negara seharusnya merefleksikan kemajuan peradaban/budaya, ekonomi dan komitmen pada tujuan pembangunan berkelanjutan negara Indonesia dalam partisipasinya di dunia global,” kata Ketua IAI I Ketu Rana Wiarcha.
Dalam pernyataannya, kelima asosiasi itu memandang, istana negara seharusnya menjadi contoh bangunan yang secara teknis mencirikan prinsip pembangunan rendah karbon dan cerdas sejak perancangan hingga pemeliharaan. Desain istana negara baru itu dinilai tidak mencerminkan upaya pemerintah dalam mengutamakan kota lingkungan, yang digaungkan sebelumnya.
“Metafora harfiah yang direpresentasikan melalui gedung patung burung tersebut tidak mencerminkan upaya pemerintah dalam mengutamakan forest city atau kota yang berwawasan lingkungan,” ujarnya.
Kelima asosiasi itu pun memberikan tiga rekomendasi kepada pemerintah. Pertama, desain burung garuda itu tidak difungsikan sebagai istana dan disesuaikan menjadi monumen atau tugu, yang nantinya akan menjadi landmark. Selanjutnya, mereka mengusulkan desain bangunan istana kembali disayembarakan dengan prinsip dan ketentuan tertentu.
“Dalam memulai pembangunan tidak harus melalui bangunan gedung, tetapi dapat melalui tugu nol yang dapat ditandai dengan membangun kembali lanskap hutan hujan tropis seperti penanaman kembali pohon endemik Kalimantan,” imbuhnya.
Selain itu, perancang istana negara garuda, Nyoman Nuarta juga dipertanyakan kapasitasnya. Terlebih, proses sayembara dilakukan secara tertutup. Sebagai informasi, Nyoman Nuarta merupakan pematung yang karyanya telah banyak menjadi landmark di berbagai wilayah seperti patung Garuda Wisnu Kencana di Bali dan Monumen Jalesveva Jayamahe di Surabaya.
“Saya dan teman-teman profesional tentu resah, karena dibangunnya istana negara ini dengan proses yang tertutup dan dirancang oleh pematung Nyoman Nuarta. Dia bukan arsitek profesional maupun disiplin-disiplin lain yang berhubungan,” kata anggota GBCI Prasetyoadi.
Di pihak lain, Direktur Jenderal Cipta Karya Kementerian PUPR Diana Kusumastuti menolak pernyataan Prasetyoadi. Diana mengatakan, istana negara merupakan kategori bangunan fungsi khusus yang akan dibangun pemerintah di ibu kota baru.
“Kalau istana negara itu bangunan fungsi khusus, jadi disayembarakan, tetapi terbatas bagi arsitek-arsitek tertentu saja. Jadi tidak di publik sayembara untuk umum,” kata Diana.
Ia menyampaikan, rancangan istana negara iu belum menjadi kepuusan akhir. Kini prosesnya masih dalam pre-basic design. Ia juga menyebut, Nyoman Nuarta memiliki jiwa arsitek dan rekam jejak yang ikonik dalam beberapa karyanya.
“Ya beliau itu memang pematung. Tapi dia punya jiwa arsitek, bahwa lihat Garuda Wisnu Kencana, patung tapi ada juga hotelnya dan dia bagus juga kan,” pungkasnya. (hma/rhd)