Malang, SERU.co.id – Menghadapi musim penghujan, banyak petani cabai yang mengalami gagal panen. Tentunya berdampak keterbatasan persediaan cabai dan melambungnya harga cabai hingga diatas harga daging sapi. Tentu dilema bagi pengelola kuliner makanan pedas, yang kesulitan bahan cabai dan terdampak kenaikan harga produk.
Meski sempat terdampak, namun Sambal Mama Ni mengaku dapat mengatasinya. Tetap produktif seperti biasa tanpa merubah atau mengurangi komposisi produk sambalnya. Bahkan permintaannya cukup meningkat mendekati momen Ramadan tahun ini.
“Kalau bahan baku cabai tidak bisa diganti. Dan kita selalu memakai bahan cabai segar agar rasa dan komposisi tetap dipertahankan. Beruntungnya, kita dapat bahan baku cabai langsung dari petani, sehingga harganya terjangkau dan stok aman,” ungkap Heni Wardani, owner Sambal MaMa Ni, kepada SERU.co.id.
Heni mengaku masih tertolong oleh bahan baku dan penunjang lain yang harganya masih stabil. Selain 400 kilogram cabai segar, ada beberapa campuran bahan baku seperti cumi, teri, tuna, udang, tomat, bawang, dan rempah lainnya. Meski marginnya menipis, dengan meningkatnya omzet, mampu menutupi operasionalnya.
“Awal pandemi memang sangat terdampak, menurun hingga 70 persen. Namun mulai stabil dengan promosi di medsos, marketplace dan website. Bahkan meningkat menjelang Ramadan tahun ini,” seru Heni, ibu 3 anak ini.
Melalui digital branding tersebut, penjualan menjangkau hampir seluruh wilayah Indonesia. Bahkan hingga ke beberapa negara di Asia dan Timur Tengah.
“Penjualan kita sudah hampir menjangkau seluruh Indonesia. Kita juga ekspor ke Turki, tapi kita hanya mengirim ke kargonya saja. Ada juga ke Yunani, Malaysia, Jepang, Hongkong dan negara Asia lainnya,” beber Heni, didampingi sang suami Hanif.
Kini Sambal Mama Ni mulai stabil pada omzet rata-rata sekitar Rp25 juta per bulan, atau omzet per tahun diatas Rp300 jutaan. Dengan estimasi penjualan antara 1.000 – 1.500 botol per bulan, dengan banderol seharga Rp23 ribu per botol.
Heni membangun usaha sambal siap saji ini sejak September 2013. Berawal dari kegemarannya terhadap makanan pedas, hampir setiap makanan yang disantap selalu ada sambal atau minimal cabai. Sehingga kerap kali membeli produk-produk sambal saat berwisata kuliner.
Terinspirasi dari beragam sambal yang pernah dikonsumsi, Heni mencoba membuat sambal sendiri dan diujicoba oleh anggota keluarga dan rekan-rekannya. Responnya positif, enak dan berbeda, hingga mereka memesan sambal tersebut kepada Heni.
Kini Sambal Mama Ni berkembang dengan 23 varian sambal dengan cita rasa khas. Mulai dari produk sambal bawang merah super pedas, asem teri pedas, balado jengkol pedas, bawang super duper pedas, ikan asap gurih pedas, cumi pelangi pedas, oseng tuna asap pedas dan masih banyak varian menggoda lainnya.
“Awalnya hanya 1-2 varian sambal, tapi sekarang sudah 23 varian. Paling laris itu sambal bawang, sambal cumi pelangi dan sambal tuna asap,” tandasnya. (rhd)