Malang, SERU.co.id – Banyaknya produk impor dalam e-commerce Indonesia, tentu berdampak pada UMKM lokal Indonesia yang sama-sama menjual produk di platform tersebut. Data Institute for Developments of Economics and Finance (Indef), tercatat 90 persen produk impor dijual dalam e-commerce.
Menyadari hal ini, pemerintah berupaya menekan dominasi produk impor melalui berbagai regulasi. Seperti menurunkan batas nilai pembebasan bea masuk, audiensi platform e-commerce, hingga mendorong Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia (Gernas BBI). Perusahaan penyedia layanan web-hosting Niagahoster pun, ikut mendukung kebijakan tersebut dengan pola yang berbeda.
“Niagahoster menilai upaya itu harus diimbangi kemauan dan proaktif UMKM, untuk terus berkembang dan beradaptasi dengan tantangan teknologi yang ada. Permasalahan kurangnya inovasi dan digitalisasi, menjadi dua hal prioritas untuk membantu meningkatkan daya saing UMKM Indonesia,” ungkap Ayunda Zikrina, Head of Brand & Market Development Niagahoster, dalam acara Media Meet-Up, Rabu (24/3/2021).

Data Kementerian Koperasi, Usaha Kecil, dan Menengah (KUKM) tahun 2018, dari total 64,2 juta UMKM, 98,68% merupakan usaha berskala mikro. Usaha mikro ini mampu memberikan beragam sumbangsih, seperti penyerapan tenaga kerja, PDB yang cukup tinggi, bahkan saat pandemi menjadi alternatif pilihan usaha.
Sayangnya, lanjut Ayunda, banyak dari pelaku usaha mikro yang bergantung pada peluang pasar, tren, dan dinamika pasar yang cepat berubah. Sehingga sulit untuk membangun konsistensi branding.
“Saat pandemi banyak bermunculan produk. Namun sayangnya, produk tersebut masih sejenis dengan yang sudah ada di pasaran. Sehingga kemunculan mengikuti trend akan diprediksi tidak jangka panjang. Padahal jika diferensiasi produk, akan berpeluang pengembangan bisnis jangka panjang,” beber Ayunda.
Menurutnya, untung besar dalam sekali waktu memang penting, namun branding diperlukan untuk membangun bisnis jangka panjang. Mulai dari membangun identitas, membuat merek dikenal, hingga menjadi top of mind dari masyarakat luas.
Sehingga ketika menghadapi gempuran produk impor, produk UMKM memiliki branding bernilai jual tinggi dan kelebihannya. Data DesignRush dimuat Forbes menyatakan, konsistensi branding di semua platform akan menaikkan pendapatan hingga 23%. Artinya UMKM yang rajin mengenalkan mereknya melalui logo, warna, kelebihan, maupun promo-promo menarik, akan berdaya saing lebih tinggi dalam persaingan pasar global.

Saat pandemi, Niagahoster mencatat penambahan jumlah pemilik bisnis yang go online dengan website sebesar 18,99% di kuartal II 2020 (awal pandemi). Hal ini menjadi sinyal positif bagi UMKM untuk memperluas jangkauan pasar melalui digital branding.
“Digital branding memperkuat kehadiran sebuah merk di dunia maya. Pemilik UMKM tak boleh ragu memanfaatkan platform-platform digital dan fitur-fiturnya. Kenalkan ciri khas dan kelebihan produk dari brand tersebut ke sebanyak mungkin orang,” papar Ayunda.
Pasalnya, produk impor melalui laman digital harus dibendung dengan dominasi produk UMKM di dunia maya. Maka UMKM go online sesegera mungkin menjadi pilihan bijak, dimulai dari platform paling sederhana, seperti WhatsApp dan e-commerce.
Pemilik UMKM dapat mencoba beriklan di platform, seperti media sosial dan website sederhana. Keduanya memiliki visibilitas tinggi, serta investasi jangka panjang yang baik bagi sebuah brand. Bisnis yang mengelola laman digitalnya dengan baik akan memiliki kredibilitas dan berdaya saing.
“Untuk memfasilitasi UMKM, Niagahoster meluncurkan program pengembangan UMKM yaitu Etalase Digital. Yakni program pelatihan selama satu minggu, membahas materi pembuatan website, pengisian konten, hingga digital marketing,” tutur Ayunda.
Disebutkannya, saat ini sekitar 59 orang pemilik UMKM menjadi alumni program Etalase Digital. Melalui program ini, diharapkan pemilik UMKM semakin mudah membuat dan mengembangkan website untuk keperluan digital branding. (rhd)