PJT I Ajak Pemda dan Masyarakat Komitmen Berbenah Antisipasi Bencana

Luapan air bah akibat longsor. (ist) - PJT I Ajak Pemda dan Masyarakat Komitmen Berbenah Antisipasi Bencana
Luapan air bah akibat longsor. (ist)

Malang, SERU.co.id – Curah hujan yang cukup tinggi akibat fenomena La Nina, menuntut kesiapan Pemerintah Daerah (Pemda) dalam mengantisipasi terjadinya bencana alam sebagaimana diprediksi BMKG dan pihak terkait lainnya. Baik banjir, tanah longsor, angin kencang dan lainnya.

Selain itu, perilaku negatif masyarakat membuang sampah sembarang di aliran sungai  juga perlu diubah. Selain akan memperparah terjadinya banjir akibat sumbatan yang ditimbulkannya, juga dampak panjang siklus alam dan kesehatan akibat tercemarnya lingkungan.

Bacaan Lainnya

“Limbah domestik rumah tangga saat ini bertambah hingga 60 persen, seperti sabun, eco-plastic, dan lainnya. Karena saat pandemi, orang cenderung tinggal di rumah. Sementara limbah industri cenderung menurun karena berkurangnya aktivitas industri akibat pandemi,” ungkap Direktur Utama Perum Jasa Tirta (PJT) I, Raymond Valiant Ruritan, kepada SERU.co.id.

Dirut PJT I, Raymond Valiant Ruritan. (rhd) - PJT I Ajak Pemda dan Masyarakat Komitmen Berbenah Antisipasi Bencana
Dirut PJT I, Raymond Valiant Ruritan. (rhd)

Hal ini perlu diupayakan, lantaran ada 17 titik kerawanan di badan sungai, khususnya wilayah DAS Brantas di Jawa Timur. Raymond merinci titik rawan itu tersebar di Kab. Kediri 3 titik, Kab. Nganjuk 2 titik, Kab Jombang 5 titik, Kab Mojokerto 2 titik, Kab Gresik 2 titik dan Kab Sidoarjo 3 titik.

“Kriteria rawan itu kalau tanggul jebol atau terpapas oleh aliran sungai. Kalau di Malang Raya akibat longsor, karena terletak di dataran tinggi. Bisa 5-8 titik yang biasa masuk pemberitaan. Serta genangan air hujan di wilayah perkotaan,” seru Raymond, sapaan akrab pria kelahiran Malang, 12 Agustus 1969 ini.

Disebutkan Raymond, saat ini kita memasuki iklim lebih basah atau curah hujan lebih tinggi dari sebelumnya. Dibandingkan curah hujan 2019 sekitar 1250 m2, seluruh wilayah DAS Brantas mengalami curah hujan sekitar 1450-1550 m2 pada 2020. Dan diperkirakan pada 2021 lebih dari 1500 m2.

“Sedikit lebih basah atau curah hujan tinggi. Sehingga berpotensi lebih tinggi terhadap banjir dan longsor,” papar peraih IPK 3,97, saat menempuh magister Teknik Sipil UB 2007 ini.

Ironisnya, beberapa Pemda saat ini sedikit mengabaikan antisipasi kebencanaan, lantaran sibuk menggelar Pilkada. Padahal kebencanaan tidak mengenal itu. Tentunya hal ini menjadi ujian pemimpin yang terpilih dalam menghadapi kebencanaan.

“Siapapun pemimpinnya, harus siap dengan kebencanaan. Sebab kemampuan menghadapi kebencanaan, hanya dimiliki oleh pemimpin daerah yang benar-benar handal dan tanggap mengambil keputusan,” tegasnya.

Selain curah hujan dan responsif kebencanaan, lanjut Raymond, reses ekonomi akibat pandemi juga perlu diperhatikan. Pasalnya, alih-alih reses, kemungkinan industri abaikan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) dan membuang limbah ke sungai bisa saja terjadi. Maka Pemda dan pihak terkait perlu melakukan pengawasan ketat pada aktivitas industri.

“Pemerintah masih minim menangani tata kelola lingkungan dan manajemen perubahan tata ruang. Ini menjadi PR kita bersama. Sebab interaksi lingkungan dan manusia itu saling keterkaitan untuk kelangsungan hidup jangka panjang,” masygulnya.

Dari PJT sendiri, Raymond mengungkapkan, pihaknya telah menggandeng beberapa pihak terkait dengan membangun 30-an cek dam sepanjang 2019-2020. Fungsinya, selain mengangkat sedimentasi dan sampah, juga mengatur alur/volume air sungai yang dialirkan.

“Namun itu hanya berdampak sebagian, belum menyeluruh. Yang paling penting, mengajak Pemerintah dan masyarakat untuk komitmen berbenah,” cetus Raymond.

Seperti kebijakan pemerintah membatasi perubahan tata ruang, memperbanyak tanaman untuk menyimpan air (vegetasi), dan menjaga kualitas air dengan tidak mencemari. (rhd)

disclaimer

Pos terkait